Pelaku industri sawit menunggu keputusan pemerintah terkait pungutan ekspor (PE) yang rencananya akan direvisi dan mengharapkan kebijakan itu cepat diambil supaya tidak terjadi aksi spekulasi dan profit taking yang akan berdampak kepada industri serta petani.Jika revisi ini bisa diputuskan secepatnya tentu dapat memberikan kepastian dalam bertransaksi sehingga menjaga stabilitas harga
"Gimni menyambut baik apa pun keputusan final dari pemerintah karena sudah mempertimbangkan seluruh masukan dari pelaku industri kelapa sawit kita, baik dari sisi hulu perkebunan dan indstri hilir," ujar Ketua Umum Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (Gimni) Bernard Riedo melalui keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.
Bernard mengatakan sebaiknya rencana perubahan tarif pungutan ekspor segera direalisasikan agar memberikan kepastian kepada pelaku pasar, guna menghindari aksi spekulasi dan ambil posisi untung dalam transaksi jual beli yang bisa berdampak negatif pada harga.
Sejak disampaikan adanya rencana perubahan tarif pungutan, harga cenderung menunjukkan tren penurunan karena permintaan CPO khususnya ekspor menurun, tambahnya, salah satu faktornya karena pelaku pasar menunggu revisi tarif PE yang rencananya lebih rendah.
"Ketidakpastian menyebabkan adanya langkah-langkah wait and see di pasar. Situasi ini sangat disayangkan karena dapat berdampak negatif kepada harga," ujarnya.
Sebagai informasi, harga TBS di Sumatera Utara turun Rp96/kilogram menjadi Rp2.399/kilogram. Di Bursa Malaysia Derivatif Exchange, harga CPO untuk pengiriman Agustus 2021 turun lima persen menjadi RM4.029/ton.
"Jika revisi ini bisa diputuskan secepatnya tentu dapat memberikan kepastian dalam bertransaksi sehingga menjaga stabilitas harga," ujarnya.
Direktur Eksekutif Gimni Sahat Sinaga menambahkan dari informasi yang diperolehnya bahwa kebijakan pungutan ekspor akan membuat sejumlah revisi yakni pertama, jumlah kolom disederhanakan jumlahnya dari 15 kolom menjadi 7 kolom.
Kedua, maksimum tarif layanan CPO yang besarannya 255 dolar AS/ton bila harga patokan ekspor (HPE) di atas 955 dolar AS/ton, akan diturunkan ke level tertentu.
"Dengan revisi tersebut pemerintah tetap menjaga konsistensi agar volume ekspor minyak sawit tertuju pada produk hilir yang bernilai tambah tinggi sesuai arahan Presiden Jokowi. Kami tentu mengharapkan agar pemerintah dapat segera putuskan kebijakan pungutan ekspor," ujar Sahat.
Baca juga: Kementan: Sertifikasi ISPO sejalan dengan tujuan SDGs
Baca juga: Harga CPO di Jambi turun Rp126, jadi di bawah Rp11.000
Baca juga: Industri sawit minta pungutan ekspor tidak direvisi
Pewarta: Subagyo
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2021