Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Gati Wibawaningsih mengagumi sepeda listrik hasil karya warga di Nusa Tenggara Barat.Kami evaluasi, kira-kira kerja sama seperti apa dengan pabrikan agar baterai bisa lebih murah lagi
"Saya surprise dengan alat sederhana bisa bikin sepeda listrik seperti ini. Saya lihat sudah maju sekali," kata Gati saat berkunjung ke tempat produksi sepeda listrik di Science, Technology and Industrial Park (STIPark) NTB di Kabupaten Lombok Barat, Kamis.
Dalam kunjungan tersebut, Gati bersama sejumlah anggota rombongannya mencoba mengendarai sepeda listrik Le-Bui hasil karya Gede Sukarma Jaya. Ada juga sepeda listrik NgebUTS hasil karya Universitas Teknologi Sumbawa (UTS).
Setelah mencoba mengendarai, Gati memberikan masukan agar kecepatan sepeda listrik tersebut bisa disesuaikan, misalnya bisa mencapai 60 kilometer per jam.
Demikian juga dari sisi harga perlu disesuaikan lagi karena relatif masih tinggi.
Pihaknya akan mencoba untuk membantu mencari pabrikan yang bisa menjadi mitra untuk menyuplai baterai penyimpan energi listrik sehingga harga sepeda listrik NTB bisa lebih murah lagi.
"Harga masih tinggi, nanti kami pelajari biar harga lebih rendah. Kami evaluasi, kira-kira kerja sama seperti apa dengan pabrikan agar baterai bisa lebih murah lagi," ujarnya.
Meskipun harga masih relatif tinggi, Gati meyakini sepeda listrik NTB akan terus berkembang dan diminati banyak orang. Hal itu dibuktikan dengan jumlah yang sudah terjual mencapai 200 unit.
"Saya yakin yang beli orang Lombok. Kita perlu apresiasi dari kita untuk kita. Dengan membeli produk sendiri dan mempromosikannya juga," ucapnya.
Gede Sukarma Jaya, penemu teknologi sepeda listrik Le-Bui, menyebutkan harga sepeda listrik hasil karyanya berkisar antara Rp20 hingga Rp60 juta per unit tergantung kapasitas baterainya.
Menurut dia, komponen yang paling mahal adalah dinamo motor dan baterai. Komponen kelistrikan tersebut menyumbang 40 persen dari harga sepeda listrik buatannya.
"Baterai yang dipakai adalah produk impor karena Indonesia belum punya pabrik baterai penyimpan energi listrik," katanya.
Baca juga: Kemenperin akselerasi pengembangan kendaraan listrik
Baca juga: Kemenperin: Indonesia siap produksi bus listrik 1.200 per tahun
Baca juga: Investasi pengembangan baterai langkah strategis menuju industri EV
Pewarta: Awaludin
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2021