Revisi UU ITE kan waktunya panjang maka digunakan Pedoman untuk menginterpretasikan UU ITE agar penegak hukum tidak menafsirkan UU ITE ke sana ke sini
Ketua Sub Tim 1 Kajian UU ITE sekaligus Staf Ahli Kemkominfo RI Henri Subiakto mengatakan pemerintah telah menyelesaikan penyusunan Pedoman Implementasi UU ITE yang akan ditandatangani Menkominfo, Kapolri, dan Jaksa Agung pada Rabu (16/6) melalui Surat Keputusan Bersama (SKB).
"Insya Allah besok (Rabu, 16/6) pagi dihadapan Menkopolhukam, (SKB terkait Pedoman Implementasi UU ITE) akan ditandatangani Jaksa Agung, Kapolri, dan Menkominfo. Pedoman ini berlaku untuk para penegak hukum terkait menginterpretasikan UU ITE," kata Henri dalam diskusi bertajuk "Revisi UU ITE Terbatas, Apa itu Pasal Karet?" di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.
Dia mengatakan Pedoman Implementasi UU ITE bukan peraturan perundang-undangan, namun semacam buku saku dan pedoman teknis bagi para penegak hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan dan Kominfo yang di dalamnya terdapat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
Menurut dia, keberadaan Pedoman tersebut sangat penting sebelum revisi UU ITE dilakukan yang diperkirakan akan membutuhkan waktu yang lama.
Baca juga: Mahfud: Revisi UU ITE segera masuk legislasi DPR RI
Baca juga: Komisi I DPR RI siap bahas revisi UU ITE
"Revisi UU ITE kan waktunya panjang maka digunakan Pedoman untuk menginterpretasikan UU ITE agar penegak hukum tidak menafsirkan UU ITE ke sana ke sini," ujarnya.
Menurut dia, poin-poin yang ada dalam Pedoman Implementasi UU ITE hanya berisi interpretasi terhadap pasal-pasal yang dianggap bermasalah atau "pasal karet".
"Pasal karet" tersebut menurut Henri seperti Pasal 27 ayat 1 terkati pornografi atau pelanggaran kesusilaan, Pasal 27 ayat 2 tentang Perjudian, Pasal 27 ayat 3 tentang Penghinaan dan Pencemaran nama baik, Pasal 27 ayat 4 tentang pengancaman dan pemerasan.
"Lalu Pasal 28 ayat 2 tentang penyebaran informasi untuk kebencian yang menimbulkan kebencian. Istilahnya adalah mengajak orang untuk yang menimbulkan kebencian, mengajak orang untuk membenci atau rasa kebencian, permusuhan itu yang dilakukan tadi, pembuatan pedomannya," katanya.
Henri mencontohkan, laporan pencemaran nama baik terkait pemberitaan di internet yang dibuat institusi pers yang merupakan kerja jurnalistik maka diberlakukan mekanisme sesuai UU nomor 40 tahun 1999 tentang Pers yang sifatnya lex spesialis sehingga tidak bisa dikenakan UU ITE.
Namun menurut dia, kalau ujaran dilakukan oleh pribadi seorang jurnalis di media sosial, maka yang bersangkutan bisa dikenakan UU ITE.
"Kerja jurnalistik wartawan dan institusi pers dilindungi, namun kalau pribadi wartawan mengunggah dan membuat akun sendiri (ujaran penghinaan dan pencemaran nama baik) maka kena (UU ITE)," ungkap-nya.
Selain itu menurut dia terkait Pasal 27 ayat 3, pengertian penghinaan itu harus merujuk pada Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP yaitu menuduhkan suatu hal.
Baca juga: Mahfud sebut hanya korban dapat melakukan laporan dalam revisi UU ITE
Baca juga: Mahfud MD sebut pelaku asusila tak terjerat dalam revisi UU ITE
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021