“OJK itu membatasi layanan keuangan digital yang sudah berizin terkait permintaan data konsumen, mereka hanya boleh menggunakan camera, microphone, dan location atau kami sebut CAMILAN. Jika ada yang meminta daftar kontak tentu itu patut sekali dicurigai,” kata Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Tirta Segara dalam webinar yang dilakukan oleh Institute of Social Economic Digital (ISED), Rabu malam.
Baca juga: OJK: Pandemi jadi momen percepat implementasi keuangan berkelanjutan
Baca juga: Layanan Syariah LinkAja raih 2,5 juta pengguna dalam setahun
Tirta menyebutkan masih banyak masyarakat Indonesia yang abai terkait pemberian data pribadi pada saat melakukan pendaftaran, banyak dari mereka yang memberikan izin dan akses kepada pengelola layanan keuangan digital yang abal-abal atau ilegal untuk mengakses data lain selain dari aturan CAMILAN.
Contoh paling sederhana yang sering diambil misalnya data kontak di ponsel, merupakan data yang paling sering bocor dan diberikan begitu saja oleh masyarakat saat mencoba mendapatkan layanan keuangan digital yang tak diawasi dan tak mengantongi izin dari OJK.
Ada pun kebocoran data pribadi paling banyak ditemukan dari layanan keuangan digital ilegal berupa layanan peer-to-peer landing atau tekfin, disusul investasi ilegal, dan terakhir gadai ilegal.
“Dalam beberapa kasus yang ditangani OJK, kami cek masih banyak konsumen yang memberikan otorisasi kepada layanan keuangan digital yang ilegal itu untuk mengakses nomor kontak di ponselnya. Saat ditanya alasannya kenapa diberi, masyarakat yang mengadu itu bilang jika tidak disetujui maka tidak mendapatkan layanannya. Ini menunjukan literasi digital masyarakat masih rendah terkait melindungi akses data pribadinya sendiri,” kata Tirta.
Kiat lainnya selain memilih layanan keuangan digital yang sudah berizin, masyarakat bisa menjadikan dirinya sendiri jaring pengaman pertama untuk mencegah kebocoran data pribadi. Tips itu adalah dengan rutin mengganti kata sandi dan tidak memberikan sembarangan kepada orang lain kata sandi yang dimiliki atau pun yang digunakan.
Pastikan kata sandi yang digunakan sebelumnya tidak pernah digunakan dan tentunya tidak diketahui oleh orang lain sehingga data pribadi bisa tetap aman.
Selain itu, pastikan seluruh data sudah terhapus jika mengganti ataupun kehilangan perangkat komunikasi elektronik seperti ponsel hingga komputer.
“Beberapa orang tidak sadar, saat mengganti HP lama dan menjualnya. Itu datanya bisa direcover. Itu bahaya sekali jadi harus hati-hati dan pastikan benar- benar sudah hilang datanya,” kata Tirta.
Kiat- kiat itu diharapkan dapat dijalankan oleh masyarakat agar penipuan atau penyalahgunaan data pribadi oleh oknum layanan keuangan digital ilegal dapat berkurang atau bahkan tidak lagi terjadi.
Sepanjang lima tahun terakhir, OJK telah menutup sebanyak 4.394 bentuk layanan keuangan digital yang ilegal mulai dari investasi ilegal, tekfin ilegal, hingga gadai ilegal. Tekfin ilegal merupakan kasus paling banyak dilaporkan dan ditangani OJK dengan total 3.193 kasus dalam 5 tahun terakhir.
Pengaduan tekfin ilegal termasuk karena penyalahgunaan data pelanggan paling banyak ditemukan di 2019 dengan jumlah 1.493 kasus disusul pada 2020 sebanyak 1.026 kasus.
Baca juga: Sri Mulyani ungkap kemajuan BLU, mandiri dan ketergantungan APBN turun
Baca juga: LinkAja raih investasi dari Gojek
Baca juga: BPJS Kesehatan apresiasi layanan industri keuangan terhadap JKN-KIS
Pewarta: Livia Kristianti
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2021