• Beranda
  • Berita
  • Mendagri: Revisi UU 21/2001 dilengkapi aturan pengawasan dana otsus

Mendagri: Revisi UU 21/2001 dilengkapi aturan pengawasan dana otsus

17 Juni 2021 16:50 WIB
Mendagri: Revisi UU 21/2001 dilengkapi aturan pengawasan dana otsus
Mendagri Tito Karnavian. ANTARA/HO-Kemendagri/pri.

"APBD Provinsi Papua itu nomor 6 terbesar setelah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Aceh.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan revisi UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua bukan sekadar memperpanjang dan menambah data otsus, melainkan melengkapinya dengan aturan tata kelola manajemen dan pengawasan.

"Revisi ini tidak hanya dana otsus Papua diperpanjang dan ditambah, tetapi dilengkapi dengan aturan tentang tata kelola manajemen serta pengawasannya, itu perlu diperkuat," kata Tito dalam Rapat Kerja (Raker) Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU Otsus Papua di kompleks MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Kamis.

Hal itu, kata Tito, yang masuk dalam salah satu dari tiga substansi perubahan atau pengaturan norma pada RUU Otsus Papua yang diajukan oleh Pemerintah.

Dalam 20 tahun, postur APBD Papua dan Papua Barat, menurut dia, masih banyak bergantung pada transfer pusat sehingga disarankan untuk dilanjutkan untuk 20 tahun ke depan.

Baca juga: Mendes usul dana Otsus dapat dialokasikan untuk pembangunan kampung

"Namun, besaran dana otsus perlu ditambah, semula 2 persen dari dana alokasi umum nasional menjadi 2,25 persen dalam rangka percepatan pembangunan dan kesejahteraan Papua dan Papua Barat," ujarnya.

Untuk kepentingan efektivitas, efisiensi, dan kebermanfaatan, Mendagri memandang perlu perbaikan tata kelolanya sehingga skema besaran dana otsus diatur, yaitu 1 persen skema block grant sebagai arah kebijakan untuk menghargai kekhususan yang dimiliki sehingga dapat diatur oleh pemerintah provinsi.

Ia menyebutkan 1,25 persen melalui skema earmark berbasis kinerja agar jelas peruntukannya dan untuk menumbuhkan kemandirian daerah dalam perencanaan program kegiatan dan bangun iklim transparansi dalam pemanfaatan dana otsus agar tepat sasaran.

"Bukan berarti tidak percaya pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota, tetapi dianggap perlu untuk hal-hal pokok, seperti pendidikan, kesehatan, dan hal wajib yang jadi masalah di Papua. Ini dapat dilakukan earmark atau dialokasikan khusus yang jelas," katanya.

Tito mengatakan bahwa tata kelola keuangan dana otsus ke depan perlu dibentuk grand design dan pemanfaatannya yang diatur melalui peraturan pemerintah tentang tata kelola dana otsus.

Selain itu, menurut dia, diperlukan pembinaan dan pengawasan secara terpadu yang dilakukan pemerintah daerah, kementerian/lembaga dan mengoptimalkan peran serta masyarakat dan pengawasan di Papua.

Baca juga: KPK: Pemda di Papua Barat perlu didampingi pengelolaan dana Otsus

Substansi perubahan dana otsus, kata dia, dilalui dengan evaluasi dan kajian, yaitu total APBD Papua dan Papua Barat yang berada dalam 10 besar APBD terbesar di Indonesia. Namun, hal ini belum optimal memberikan dampak yang besar dan signifikan untuk peningkatan kehidupan masyarakat asli Papua.

"APBD Provinsi Papua itu nomor 6 setelah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Aceh. Sementara itu, APBD Provinsi Papua Barat nomor 9 setelah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Aceh, Papua, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan," ujarnya.

Ia menilai besarnya APBD Papua dan Papua Barat itu belum dioptimalkan untuk kesejahteraan masyarakat sehingga indeks pembangunan manusia (IPM) masih rendah.

Tito mengatakan bahwa Pasal 34 RUU Otsus menginginkan adanya keberlanjutan dana otsus karena sangat esensial dan berpengaruh pada postur APBD di Papua dan Papua Barat.

Namun, kata dia, indikator tentang efisiensi dan efektivitas penggunaan dana otsus masih perlu dirumuskan agar tidak sekadar digunakan, tetapi bermanfaat dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat di Papua.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021