Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) meminta agar Pemerintah Provinsi Aceh segera mengupayakan pemulangan nelayan tradisional asal Kota Sabang, Aceh yang berhari-hari terombang-ambing di laut hingga terdampar ke Thailand.Pemerintah Aceh memiliki tanggung jawab untuk segera melakukan pemulangan
"DPR Aceh mendorong itu. Sekiranya Pemerintah Aceh segera berkoordinasi dengan Pemerintah Republik Indonesia melalui Dubes atau Konsulat Thailand di Jakarta terkait pemulangan nelayan kita yang terdampar di Thailand itu," kata Wakil Ketua DPRA Safaruddin, di Banda Aceh, Jumat malam.
Ia menjelaskan Pemerintah Aceh harus berupaya cepat untuk melakukan pemulangan nelayan asal Pulau Weh, Sabang itu, atau segera berkoordinasi dengan para pihak, baik soal keimigrasian nelayan maupun mekanisme pemulangannya ke Tanah Air.
"Ini bicara hubungan negara dengan negara, artinya sebagai sebuah daerah regional dalam suatu negara, kita harus berkoordinasi dengan pemerintah pusat serta kedutaan atau konsulat masing-masing negara," katanya pula.
"Kami sebagai warga daerah menginginkan agar Pemerintah Aceh memiliki tanggung jawab untuk segera melakukan pemulangan," katanya lagi.
Nelayan Sabang yang terdampar di Thailand itu bernama Ade Elfikar (40). Ia diselamatkan kapal Badan Keamanan Laut (Bakamla) area Thailand saat terapung di kawasan perairan Racha Selatan, Pulau Phuket.
Nelayan tradisional tersebut terdampar ke Thailand akibat mengalami kerusakan mesin boat yang dihantam ombak saat melaut. Ia dilaporkan hilang usai bertolak dari bibir pantai ke tengah laut pada 6 Juni 2021 lalu.
Setelah berhari-hari terombang-ambing di laut, akhirnya ditemukan pada Minggu, 13 Juni 2021 oleh Badan Keamanan Laut (Bakamla) Thailand.
Selain mendorong agar nelayan Aceh itu segera dipulangkan, DPRA juga meminta supaya Pemprov Aceh mengevaluasi kelayakan setiap kapal atau boat nelayan tradisional Aceh saat hendak melaut, guna menghindari insiden serupa terulang lagi ke depannya.
Pemprov melalui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) harus melakukan evaluasi kelayakan melaut setiap boat atau kapal nelayan, baik yang diurus secara swakelola masyarakat maupun milik orang yang berwirausaha di bidang kelautan.
"Mereka harus mengevaluasi bahwa ini menyangkut kemanusiaan bagi para pekerja, nelayan sebagai buruh pekerjaannya. Jangan kita korbankan nilai kemanusiaan nelayan ketika kapal atau boat tidak layak lagi untuk melaut," katanya.
Menurut Safar lebih baik pemerintah mencegah insiden kerusakan kapal atau boat nelayan itu terjadi yang risikonya nyawa, daripada melakukan penanganan setelah insiden.
"Segera buat tim khusus untuk melakukan evaluasi terhadap jumlah boat atau kapal nelayan kita yang memang tidak bisa lagi beroperasi, tidak ada kelayakan lagi. Artinya pemerintah ada memberikan peringatan sekaligus solusinya," kata Safar.
Baca juga: KNTI berupaya percepat pemulangan nelayan Sabang dari Thailand
Baca juga: Pemerintah berupaya pulangkan nelayan Aceh yang ditahan di luar negeri
Pewarta: Khalis Surry
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021