• Beranda
  • Berita
  • IDAI catat 1.831 anak di Aceh positif COVID-19, 21 meninggal dunia

IDAI catat 1.831 anak di Aceh positif COVID-19, 21 meninggal dunia

21 Juni 2021 17:08 WIB
IDAI catat 1.831 anak di Aceh positif COVID-19, 21 meninggal dunia
Arsip foto - Seorang murid PAUD menunjukan selembar kertas hasil pelajarannya saat mengikuti proses belajar mengajar di sebuah pekarangan rumah, Desa Lamprit, Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh, Aceh, Jumat (7/8/20200). ANTARA FOTO/Ampelsa/wsj/pri

Sampai Minggu (20/6) malam, ada total 1.831 anak di Aceh yang konfirmasi positif COVID-19. Dan yang meninggal dunia ada 21 orang, artinya angka kematian anak memang tinggi

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Aceh menyatakan sebanyak 1.831 anak di provinsi paling barat Indonesia itu terkonfirmasi positif  COVID-19, bahkan 21 orang di antaranya meninggal dunia.

Ketua IDAI Aceh, Dr dr Herlina Dimianti Sp A (K) di Banda Aceh, Senin, mengatakan jumlah itu merupakan data akumulatif selama pandemi di Aceh, yang dikumpulkan melalui laporan IDAI seluruh kabupaten/kota terkait perkembangan COVID-19 setiap pekan.

“Sampai Minggu (20/6) malam, ada total 1.831 anak di Aceh yang konfirmasi positif COVID-19. Dan yang meninggal dunia ada 21 orang, artinya angka kematian anak memang tinggi,” katanya.

Herlina menjelaskan pada awal laporannya memang COVID-19 dominan menyerang orang dewasa. Namun karena penyakit itu disebabkan oleh virus, maka siapapun berpotensi terinfeksi, termasuk kelompok anak yakni mereka yang masih berumur 0-18 tahun.

Kelompok anak, kata dia, juga rentan terinfeksi COVID-19, apalagi dalam komunitasnya terdapat orang yang positif. Bahkan, kata dia, data yang dikumpulkan IDAI di seluruh Indonesia angka kematian pada anak akibat virus corona mulai 3-5 persen.

Di Aceh, lanjut dia, penyebab kematian anak terinfeksi COVID-19 sama dengan orang dewasa, yang juga memiliki penyakit penyerta (komorbid).

“Data pada kita ini, komorbid yang ada sama anak itu seperti gizi, penyakit jantung, ada juga masalah neurologi. Jadi anak memiliki penyakit dasar lain, terinfeksi COVID-19, maka terjadilah kondisi yang memburuk,” katanya.

Menurut dia kelompok anak mayoritas tertular dari klaster keluarga, yakni ketika salah satu anggota keluarga positif maka anak ikut pelacakan (tracing) dan pemeriksaan (testing).

Ada juga yang tertular di lingkungannya, karena Aceh sudah terjadi transmisi lokal tinggi, sehingga jika ada anggota keluarganya tidak ada yang positif tetapi anak terkonfirmasi COVID-19.

Dia menambahkan kasus COVID-19 pada anak tersebut tersebar di seluruh kabupaten/kota di Aceh, namun paling banyak asal Kota Banda Aceh yang mencapai 829 anak, Kabupaten Aceh Besar 186 anak dan Kabupaten Bireuen 154 anak.

Dari 1.831 anak itu, 1.284 orang diantaranya positif terinfeksi COVID-19 tetapi tidak memiliki bergejala sehingga hanya membutuhkan isolasi mandiri di rumah agar tidak menularkan ke warga lainnya.

Sedangkan 547 anak yang positif COVID-19 lainnya memiliki gejala sehingga membutuhkan perawatan di rumah sakit rujukan.

“Itu data secara akumulatif yang kita kumpulkan sejak Mei 2020. Artinya sekarang sudah banyak juga yang selesai isolasi dan perawatan sehingga sudah dinyatakan sembuh,” katanya.

Menurut IDAI penerapan protokol kesehatan di Aceh masih renggang. Sebab itu dia mengimbau agar masyarakat setempat terus disiplin menerapkan protokol kesehatan, terutama memakai masker dan menjaga jarak saat beraktivitas di tengah masyarakat.

“Dari awal sudah dikatakan bahwa protokol kesehatan itu sangat penting dalam upaya pengendalian penyebaran COVID-19 ini,” demikian Herlina Dimianti.

Baca juga: IDAI catat 217 anak terinfeksi COVID-19 di Aceh

Baca juga: Ibu-anak di Bener Meriah-Aceh meninggal karena positif COVID-19

Baca juga: UNICEF Aceh: Imunisasi anak penting meski di tengah pandemi

Baca juga: IDI ingatkan gelombang kedua lonjakan kasus COVID di Aceh


 

Pewarta: Khalis Surry
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2021