Anggota Komisi I DPR RI Sukamta menyoroti terbitnya Surat Keputusan Bersama (SKB) Pedoman Implementasi UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang terkait dengan substansi dan penegakan hukum.
"Kami mengapresiasi langkah pemerintah untuk membenahi penegakan hukum dari UU ITE hingga terbitnya SKB. Namun ada dua hal yang kami soroti dengan terbitnya SKB, yaitu soal substansi hukum dan penegakan hukum," kata Sukamta dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Dia menjelaskan dari segi substansi hukum, bagaimana nasib revisi UU ITE, karena merupakan hulu persoalan ada di level undang-undang.
Menurut dia, dengan adanya SKB Pedoman Implementasi UU ITE jangan dijadikan alasan pemerintah untuk tidak merevisi UU ITE.
"Memang pemerintah punya diskresi, tetapi apakah berlaku untuk kasus yang sudah ada aturan perundang-undangannya? Tidak ada 'bridging' dari UU ITE dengan pembuatan SKB UU ITE ini karena UU ITE tidak mengamanatkannya," ujarnya.
Baca juga: Pemerintah akan buat buku saku SKB Pedoman UU ITE bagi penegak hukum
Karena itu, Sukamta menegaskan bahwa revisi UU ITE tetap wajib dilakukan dengan memperjelas delik yang ada dengan menambah pasal di UU ITE maupun mengharmoniskan dengan ketentuan delik dalam RKUHP.
Langkah itu, katanya, agar tidak ada lagi penafsiran berbeda-beda untuk diterapkan kepada objek hukum yang berbeda atau yang sering disebut pasal karet.
Kedua, Sukamta menyoroti aspek penegakan hukum, seperti akumulasi atau gabungan pidana yang dilakukan pada kasus tertentu di lapangan.
"Soal gabungan pidana ini terdapat tiga pandangan, yaitu concursus idealis atau gabungan satu perbuatan, voortgezette handelling atau perbuatan berkelanjutan dan concursus realis atau gabungan beberapa perbuatan," katanya.
Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI itu menjelaskan terkait concursus idealis, KUHP Pasal 63 mengatur bahwa sanksi yang diberikan kepada seseorang adalah yang paling memenuhi prinsip lex specialis.
Baca juga: Kemarin, SKB UU ITE sampai jual beli benih lobster ilegal
Dia menjelaskan, prinsip hukumnya, satu tindak pidana hanya dapat dihukum dengan satu sanksi, tidak bisa akumulatif sehingga jika terdapat beberapa peraturan yang mengatur sanksi untuk satu tindak pidana, maka yang berlaku adalah peraturan yang paling khusus atau spesialis.
"Akumulasi pidana hanya berlaku dalam tindak kejahatan berlanjut atau satu perbuatan diikuti/ mengakibatkan perbuatan lainnya dan gabungan perbuatan kejahatan (berlapis)," ujarnya.
Sukamta menyoroti dalam hal ini batasan dan iktikad penegak hukum dalam menentukan suatu perbuatan merupakan akibat ikutan atau lanjutan dari suatu perbuatan lainnya.
Menurut dia, penegak hukum harus bisa membuktikan hal tersebut dengan cermat, tidak bisa gegabah misalnya suatu perbuatan menyebarkan hoaks, tidak serta merta mengakibatkan suatu perbuatan membuat keonaran dengan sengaja.
"Di sini penegak hukum harus berpijak pada ultimum remedium dan 'restorative justice', yang semangatnya tidak mudah untuk menjatuhkan hukuman bahwa hukuman adalah jalan terakhir," katanya.
Baca juga: Ini pertimbangan Polri tandatangani SKB pedoman implementasi UU ITE
Namun dia berharap ke depan dunia maya terpelihara baik dengan penegakan hukum yang tegak lurus demi hukum bukan demi kepentingan, baik kepentingan politik maupun material.
Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika RI Johnny G Plate, Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo, dan Jaksa Agung ST Burhanuddin resmi menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) Pedoman Kriteria Implementasi UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Penandatanganan SKB itu disaksikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (23/6).
Mahfud mengatakan, pedoman ini diharapkan penegakan hukum terkait UU ITE tidak menimbulkan multitafsir dan dapat menjamin terwujudnya rasa keadilan masyarakat, sambil menunggu RUU masuk dalam perubahan Prolegnas Prioritas Tahun 2021. Petunjuk teknis yang sudah ada seperti Surat Edaran Kapolri atau Pedoman Jaksa Agung bisa terus diberlakukan.
"Sambil menunggu revisi terbatas, pedoman implementatif yang ditandatangani tiga menteri dan satu pimpinan lembaga setingkat menteri bisa berjalan dan bisa memberikan perlindungan yang lebih maksimal kepada masyarakat. Ini dibuat setelah mendengar dari para pejabat terkait, dari kepolisian, Kejaksaan Agung, Kominfo, masyarakat, LSM, Kampus, korban, terlapor, pelapor, dan sebagainya, semua sudah diajak diskusi, inilah hasilnya," tegas Mahfud dalam siaran persnya.
Mahfud menjelaskan pemerintah mengeluarkan dua keputusan yaitu revisi terbatas dan pembuatan pedoman implementasi UU ITE untuk merespons suara masyarakat bahwa UU ITE itu kerap makan korban, karena dinilai mengandung pasal karet dan menimbulkan kadangkala kriminalisasi, termasuk diskriminasi.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021