Perlu dipikirkan bagaimana birokrasi di Indonesia dikelola sendiri tanpa dipolitisasi.
Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro memandang perlu membuat sistem dalam revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) agar birokrasi Indonesia tidak partisan sehingga tidak terjadi politisasi terhadap para birokrat.
"Birokrasi harus netral karena tidak bisa dipaksa untuk partisan. Kalau partisan, nanti birokrasi tidak profesional," kata Siti Zuhro dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panitia Kerja revisi UU ASN Komisi II DPR RI di kompleks MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Selasa.
Sejak pemilu dan pilkada, lanjut Siti Zuhro, netralitas birokrasi menjadi topik yang diperdebatkan karena tiap pelaksanaan pemilu/pilkada. Birokrasi ditarik dalam politik praktis dan menjadi "mesin pendulang suara".
Siti Zuhro mencontohkan di negara tetangga, seperti Singapura, benar-benar tidak mengenal politisasi birokrasi. Oleh karena itu, perlu dipikirkan bagaimana birokrasi di Indonesia dikelola sendiri tanpa dipolitisasi.
"Demokrasi yang berkualitas bukan hanya prosedural, melainkan harus berdampak pada birokrasi seperti bagaimana tingkatkan kualitasnya karena sistem yang dibangun adalah pelembagaan nilai-nilai demokrasi," ujarnya.
Baca juga: Korpri: Revisi UU ASN harus sehatkan birokrasi dari intervensi politik
Secara konseptual, kata Siti Zuhro, demokratisasi dan debirokratisasi saling terkait sehingga keduanya bisa saling mendorong perbaikan masing-masing.
Menurut dia, kalau demokrasi maju, birokrasi akan meningkat karena naik kelas sehingga menghasilkan pemimpin yang berkualitas karena birokrasi terkontaminasi positif oleh pemimpin yang direkrut.
"Demokrasi diharapkan mampu mendorong terwujudnya debirokratisasi, yaitu penghapusan atau pengurangan hambatan yang terdapat dalam sistem birokrasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik," katanya.
Ia menilai debirokratisasi dapat menghilangkan politisasi birokrasi di pemerintahan untuk memberi ruang partisipasi warga di ruang publik yang perlu diefektifkan.
RDPU tersebut dipimpin Wakil Ketua Komisi II DPR RI Syamsurizal dengan mengundang para pakar, seperti peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro, Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Djohermansyah Djohan, dan Ketua Umum Korpri Zudan Arif Fakrulloh.
Baca juga: Komisi II DPR RI undang kembali pakar minta masukan RUU ASN
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021