Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah menegaskan bahwa pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) pada Pilpres 2024 mendatang tetap dipilih langsung oleh rakyat.Inilah aturan main bernegara yang wajib kita taati. Capres-cawapres tetap dipilih langsung oleh rakyat dan hanya bisa diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik
Pernyataan tersebut disampaikan Ahmad Basarah dalam acara Ngaji Kebangsaan Forum Cendekiawan Muslim Muda Sumatera Utara yang bertajuk ‘’Membaca Aspirasi Warga Nahdiyyin dan Nasionalis Pada Pilpres 2024’’, Kamis.
"Inilah aturan main bernegara yang wajib kita taati. Capres-cawapres tetap dipilih langsung oleh rakyat dan hanya bisa diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik," ujar Basarah dalam siaran pers yang diterima, di Jakarta, Kamis.
Baca juga: MPR: Kebijakan PPKM Darurat harus dipahami masyarakat
Basarah merasa penting untuk menegaskan kembali bahwa pasangan capres-cawapres pada Pilpres 2024 mendatang tetap langsung dipilih rakyat, guna menjawab rumor yang beredar bahwa pemilihan presiden kembali dilakukan oleh MPR RI.
Terhadap rumor tersebut, Ahmad Basarah menegaskan bahwa UUD NRI Tahun 1945 sebagai hukum dasar tertulis tertinggi bangsa Indonesia, dalam Pasal 6A ayat (1) menegaskan Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.
Ia juga menyebut Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.
"Mabes TNI maupun Mabes Polri tidak bisa mengajukan pasangan capres-cawapres. Begitu juga ormas-ormas besar semisal NU, Muhammadiyah, PGI, KWI, Walubi, PHDI dan lain-lain juga tidak bisa mengusulkan pasangan capres-cawapres," tegas Doktor Hukum Lulusan Universitas Diponegoro Semarang tersebut.
Sementara itu, terkait aspirasi warga Nahdliyin dalam Pilpres 2024, Ahmad Basarah memaparkan bahwa dalam lanskap politik nasional, kaum Nahdliyin selalu bergandengan tangan dengan kaum nasionalis-Soekarnois.
Menurutnya, jejaknya terlihat jelas dari sejumlah proses, antara lain proses perumusan Pancasila sebagai dasar Negara, terbitnya Fatwa Resolusi Jihad untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia, munculnya tradisi Halal Bihalal karena dialog Bung Karno dan KH Wahab Chasbullah, hingga sikap politik Megawati Soekarnoputri yang menggandeng KH Ahmad Hasyim Muzadi dalam Pemilu Presiden tahun 2004 silam.
"Tradisi tersebut kemudian diteruskan oleh pak Joko Widodo dengan menggandeng KH Ma'ruf Amin dalam Pilpres tahun 2019 lalu. Inilah potret kerjasama kaum kebangsaan dan religius," tegas Basarah.
Baca juga: Ketua MPR: Evaluasi kurikulum Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Sementara itu, sebagai narasumber di forum yang sama, Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Jazilul Fawaid menjelaskan bahwa setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk maju mencalonkan diri sebagai calon presiden dan calon wakil presiden, sepanjang memenuhi syarat dan ketentuan yang diatur oleh UUD NRI Tahun 1945 dan aturan di bawahnya.
"Aturannya jelas. Dalam Pasal 6 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 dijelaskan bahwa Capres-cawapres adalah Warga Negara Indonesia sejak lahir dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain, tidak pernah mengkhianati negara serta mampu secara jasmani dan rohani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden," kata Jazilul dalam webinar tersebut.
Pada bagian lain Jazilul Fawaid juga mengakui bahwa terkait calon presiden dan wakil presiden dalam Pemilu Presiden tahun 2024 sosoknya masih kabur dan samar-samar.
Dia juga mengaku belum mengetahui siapa saja figur-figur yang akan maju dalam Pemilu Presiden tahun 2024 mendatang.
"Capres-cawapres masih kabur, tapi kita boleh dong salurkan aspirasi," tegas Jazilul.
Sementara itu Pimpinan Majelis Zikir Pengasuh Rumah Sufi Ahmad Sabban Rajagukguk menilai ada tiga hal yang harus diantisipasi dalam pelaksanaan Pemilu Presiden 2024 mendatang, yakni politik identitas, politik transaksional dan politik primordialisme.
"Bagi saya hal yang paling penting adalah bagaimana NU dan Kaum kebangsaan berupaya kuat untuk mengurangi gesekan di level akar rumput sebagai dampak dari pelaksanaan Pemilu. Inilah yang paling penting. Peran NU dan Muhammadiyah sebagai ormas penopang dan penyangga Indonesia juga harus berupaya meminimalisasi potensi terjadinya gesekan di level grass root sebagai dampak pelaksanaan demokrasi elektoral," kata Ahmad Sabban.
Baca juga: Ketua MPR cermati persoalan insentif tenaga kesehatan
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2021