Secara khusus Sarwono menyebut bagaimana wilayah Indonesia masuk kawasan Coral Triangle atau segitiga terumbu karang dunia yang kaya akan keanekaragaman hayati dan ekosistem, seperti ekosistem bakau dan padang lamun yang mampu menyerap karbon.
"Kita punya resource base yang sangat-sangat kaya di dalam karbon di wilayah kelautan dan pesisir kita," kata Sarwono dalam diskusi virtual tentang strategi pengelolaan karbon biru yang dipantau dari Jakarta, Rabu.
Sumber daya itu, jelas Sarwono, dapat menjadi potensi besar bagi Indonesia dalam mitigasi perubahan iklim dan juga potensi ekonomi dalam bentuk perdagangan karbon.
Karena itu dia mendorong agar terjadi perubahan pola pikir bahwa Indonesia dapat menjadi negara superpower terkait iklim.
"Karena kita mempunyai cadangan yang begitu berharga dan sayangnya sebagian sudah rusak," tutur Sarwono.
Dia merujuk bagaimana pemerintah sendiri telah menaruh perhatian yang besar terhadap potensi karbon biru. Salah satunya dengan mencanangkan rehabilitasi dan konservasi mangrove serta memasukkan karbon biru dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) untuk Konferensi Iklim PBB (COP) ke-26 pada akhir Tahun 2021 ini.
Baca juga: Pemanfaatan potensi "karbon biru" perlu dioptimalkan
Dalam kesempatan yang sama Direktur Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air Bappenas Nur Hygiawati Rahayu mengatakan bahwa selain gambut, kawasan mangrove atau bakau juga memiliki potensi menyerap karbon sangat tinggi.
Baca juga: Indonesia butuh konsep dan riset karbon biru
Karena itu, pemerintah telah memasukkan target restorasi gambut serta mangrove dan upaya menekan deforestasinya dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Baca juga: Kemenko Kemaritiman: Indonesia berpotensi kembangkan karbon biru
"Indonesia sebagai negara yang memiliki mangrove yang luas itu sumber untuk karbon birunya sangat besar," ujarnya.
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021