Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank meluncurkan desa devisa ketiga di Kabupaten Subang, Jawa Barat, guna memberikan pendampingan dan pengembangan kapasitas pelaku usaha berorientasi ekspor di wilayah tersebut.Penerima manfaat langsung dari program pendampingan ini mencapai 208 petani kopi
Direktur Eksekutif LPEI D James Rompas mengatakan program yang berbasis pemberdayaan masyarakat tersebut akan mendorong kemandirian petani kopi di Subang melalui rangkaian pelatihan, pendampingan serta pemanfaatan jasa konsultasi, sehingga mampu merambah pasar ekspor kopi dunia dengan produk berkualitas.
"Kami cukup yakin dengan potensi Subang dengan komoditas kopinya dan berharap melalui program pelatihan selama enam bulan ke depan dapat meningkatkan kapasitas petani, sehingga kualitas biji kopinya juga dapat memenuhi kebutuhan ekspor," ujar James saat acara peluncuran Desa Devisa Kopi Subang yang diselenggarakan secara virtual di Jakarta, Senin.
Baca juga: LPEI akan kembangkan desa devisa dorong produk lokal mendunia
Para petani kopi yang jumlahnya lebih dari 200 orang dan bernaung di bawah binaan Koperasi Gunung Luhur Berkah di Subang itu akan mendapatkan program pelatihan dan pendampingan selama enam bulan kedepan.
Programnya meliputi pelatihan mengenai teknik budi daya dan pengolahan kopi, perluasan akses pasar ekspor, penyusunan laporan keuangan, dan peningkatan kapasitas produksi, dan LPEI akan bekerja sama dengan Koperasi Gunung Luhur Berkah (GLB) dalam proses pendampingan.
Pendampingan akan diberikan kepada petani di enam desa yaitu Cisalak, Nagrak, Cupunagara, Darmaga, Sukakerti, dan Pasanggrahan dengan produk unggulan kopi arabika (Java preanger) dan robusta.
Penerima manfaat langsung dari program pendampingan ini mencapai 208 petani kopi. Kapasitas produksi keenam desa mencapai lebih dari 100 ton biji kopi setiap tahunnya dengan luas kebun 140 hektare.
"Kami juga berharap, kolaborasi yang terjalin antara Koperasi Gunung Luhur Berkah dan Pemerintah Daerah Subang dapat menjadi salah satu solusi awal di tengah kondisi pandemi yang kita hadapi," kata James.
Sementara Ketua Koperasi GLB Miftahudin Shaf menyampaikan, masyarakat telah bertani kopi dalam jangka waktu yang panjang dan tidak pernah terbayang bahwa produknya dapat diekspor.
"Kami tentu berharap dengan program desa devisa, kopi kita dapat diekspor, terkenal hingga mancanegara dan petani dapat merasakan manfaat ekonomi dan sosial secara langsung," ujarnya.
Pada forum pertemuan virtual yang sama, Bupati Subang Ruhimat mengapresiasi program yang diinisiasi oleh LPEI untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Subang.
"Kami berharap melalui desa devisa menjadi program yang berkelanjutan, kopi Subang dapat mendunia dan menjadi jalan untuk terciptanya Subang Jawara yaitu Jaya, Istimewa dan Sejahtera," ujarnya.
Program desa devisa membangun sinergi yang mengedepankan aspek koordinasi antarlembaga.
Selain dengan pemerintah daerah dan koperasi setempat, LPEI juga bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (DJPEN) dalam proses penjajakan Desa Devisa Kopi Subang.
Kolaborasi sejumlah institusi pusat dan daerah itu juga diharapkan dapat memperkuat program pendampingan yang akan diberikan.
Sebelumnya, LPEI telah berhasil membentuk dua desa devisa yaitu Desa Devisa Kakao di Jembrana, Bali, dengan komoditas unggulan berupa biji kakao yang difermentasi dan Desa Devisa Kerajinan di Bantul, Yogyakarta dengan produk kerajinan ramah lingkungan yang telah mampu melakukan ekspor secara berkelanjutan ke Eropa.
Baca juga: Kabupaten Jembrana miliki desa devisa sektor kakao
Baca juga: LPEI siapkan pelaku UMKM berorientasi ekspor
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2021