"BMKG mencatat adanya peningkatan curah hujan yang berdampak pada terjadinya banjir di beberapa wilayah di Indonesia terutama di wilayah Sumatera bagian Utara (Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat) dan wilayah Ambon (Maluku)," ujar Kepala Sub Bidang Peringatan Dini Cuaca BMKG Agie Wandala Putra kepada ANTARA di Jakarta, Selasa.
Agie mengatakan hal ini disebabkan oleh adanya aktivitas beberapa gelombang atmosfer, seperti MJO (Madden Julian Oscillation) yang sejak 3 Juli ini memasuki kuadran 3 (Samudera Hindia).
"Keberadaan gelombang atmosfer yang selalu bergerak ke arah timur ini secara tidak langsung berpengaruh pada peningkatan jumlah uap air khususnya di wilayah-wilayah yang paling dekat dengan wilayah perairan Samudera Hindia seperti wilayah Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat," ujar dia melanjutkan.
Selain MJO, Agie mengatakan Gelombang Rossby Ekuatorial dan Gelombang Kelvin beberapa hari yang lalu juga sedang aktif di wilayah Sumatera bagian Utara.
Kombinasi dari aktivitas gelombang-gelombang atmosfer ini mengakibatkan terbentuknya pola-pola pertemuan angin di wilayah-wilayah tersebut yang berdampak pada meningkatnya pertumbuhan awan-awan hujan, yang beberapa hari belakangan menimbulkan curah hujan yang cukup signifikan di wilayah-wilayah tersebut.
"Sedangkan untuk wilayah Maluku, khususnya Ambon, memang memiliki karakteristik cuaca yang berbeda dengan sebagian besar wilayah Indonesia yang lain, dimana periode musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia di bulan Juni-Juli-Agustus justru merupakan periode dengan curah hujan tinggi di wilayah Ambon," kata dia.
Hal ini, menurut dia, disebabkan pola curah hujan wilayah Ambon yang didominasi faktor lokal yang dominan.
Agie mengatakan kondisi kelembaban udara yang tinggi di bulan Juli, didukung dengan pola pertemuan angin yang signifikan di wilayah Ambon mengakibatkan pertumbuhan awan-awan hujan yang berdampak pada curah hujan tinggi yang mengakibatkan banjir di wilayah Ambon.
Baca juga: BMKG ingatkan perlu perkuat mitigasi kekeringan jelang puncak kemarau
Baca juga: BMKG sebut musim tanam kedua butuh penanganan khusus karena kemarau
Sebelumnya, BMKG menginformasikan prakiraan Musim Kemarau 2021 pada 342 Zona Musim (ZOM) di Indonesia menunjukkan sebagian besar wilayah diprakirakan mengalami Awal Musim Kemarau 2021 pada kisaran bulan Mei dan Juni 2021 sebanyak 198 ZOM atau 57,9 persen dari 342 ZOM.
Jika dibandingkan terhadap rata-ratanya selama 30 tahun (1981- 2010), awal musim Kemarau 2021 di sebagian besar daerah yaitu 197 ZOM (57,6 persen) diprakirakan mundur terhadap rata-ratanya, sedangkan wilayah lainnya diprakirakan sama terhadap rata-ratanya 97 ZOM (28,4 persen) dan maju terhadap rata-ratanya sebanyak 48 ZOM (14,0 persen).
Sifat Hujan selama musim kemarau 2021 di sebagian besar daerah yakni sebanyak 182 ZOM (53,2 persen) diprakirakan Normal, sedangkan wilayah lainnya Atas Normal sebanyak 119 ZOM (34,8 persen) dan diprakirakan Bawah Normal sebanyak 41 ZOM (12,0 persen).
Puncak Musim Kemarau 2021 di sebagian besar wilayah Zona Musim (ZOM) diprakirakan terjadi pada bulan Agustus 2021 sebanyak 230 ZOM (67,3 persen).
Baca juga: BMKG : hujan di musim kemarau gangguan atmosfer
Baca juga: NTT mengalami hari tanpa hujan kategori sangat panjang
Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021