"(Peraturan tersebut) memberikan kepastian hukum bagi para pembudidaya," kata Gunawan Suherman dalam acara Bincang Bahari yang digelar secara daring, Selasa.
Menurut Gunawan, tolok ukur dari keberhasilan regulasi tersebut adalah bagaimana rakyat juga bisa menikmati hasil dari kebijakan terkait regulasi itu.
Ia memaparkan GPLI merupakan kumpulan dari sekitar 30 perusahaan yang bergerak di budidaya lobster di Indonesia, tetapi diyakini ke depannya akan semakin bertambah banyak.
Selain itu, ujar dia, pihaknya juga sudah melakukan penandatanganan dengan beberapa pihak seperti PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) untuk membuat produk jaminan asuransi gagal panen budidaya lobster.
Gunawan berpendapat hal tersebut juga menjadi salah satu instrumen agar para pembudidaya tidak takut untuk mencoba melakukan usaha budidaya tersebut. Bersama Ditjen Budidaya KKP, GPLI juga sedang membuat prosedur standar untuk melaksanakan budidaya lobster yang baik dan benar.
Ia mengungkapkan pihaknya juga sudah melakukan MoU atau nota kesepahaman dengan Bank NTB Syariah yang tertarik untuk menyalurkan pendanaan bagi masyarakat di Lombok yang tertarik berbudidaya lobster.
Keseluruhan hal ini, menurut dia, adalah program yang dapat disebut padat modal karena menggerakkan masyarakat memang membutuhkan modal yang tidak sedikit sehingga perlu keterlibatan pemerintah.
Sebelumnya, BLU LPMUKP Kementerian Kelautan dan Perikanan siap mencapai target untuk menyalurkan pembiayaan permodalan bagi usaha sektor kelautan dan perikanan hingga Rp1,2 triliun pada akhir 2021.
"LPMUKP sudah memberikan persetujuan untuk penyaluran dari 2017 (BLU LPMUKP beroperasi memberikan pembiayaan sejak 10 November 2017) sampai sekarang, sudah Rp841,96 miliar," kata Direktur BLU LPMUKP Syarif Syahrial.
Syarif Syahrial mengungkapkan bahwa sampai akhir 2021, pihaknya menargetkan untuk penyaluran pembiayaan dana total hingga sebesar Rp1,2 triliun.
Berdasarkan data BLU LPMUKP, realisasi dari periode 2017 hingga saat ini itu terdiri atas penyaluran pembiayaan Rp248,67 miliar di sektor usaha penangkapan ikan, Rp394,9 miliar di perikanan budi daya, Rp169,85 miliar pengolah/pemasar hasil perikanan, Rp6,8 miliar di sektor usaha masyarakat pesisir lainnya, serta Rp21,72 miliar di sektor usaha garam rakyat.
Selain itu, disebutkan pula bahwa total penyaluran tersebut sudah tersalurkan ke 21.215 pemanfaat, yang terdiri atas 10.314 pemanfaat dari penangkapan ikan, 6.317 pemanfaat dari perikanan budi daya, 3.899 pemanfaat dari pengolah/pemasar hasil perikanan, 72 pemanfaat dari usaha masyarakat pesisir lainnya, serta 613 pemanfaat dari usaha garam rakyat.
Bila dirata-rata, setiap pemanfaat menerima pinjaman atau pembiayaan sebesar Rp39,68 juta.
Ia juga mengungkapkan bahwa anggapan bahwa pinjaman terhadap usaha sektor kelautan dan perikanan adalah berisiko tinggi adalah anggapan yang salah, karena dengan target NPL (pinjaman bermasalah) 5 persen, ternyata perhitungan secara kasar hanya 3 persen.
Baca juga: Pakar usul ada kawasan khusus untuk kelestarian lobster
Baca juga: Menaker minta pembudidaya Ikan nila dan lobster tingkatkan kapasitas
Baca juga: KKP segera kembangkan budi daya kerapu dan lobster di Probolinggo
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021