• Beranda
  • Berita
  • Ini perbedaan Olimpiade Tokyo 1964 dan 2020 dari segi infrastruktur

Ini perbedaan Olimpiade Tokyo 1964 dan 2020 dari segi infrastruktur

14 Juli 2021 22:50 WIB
Ini perbedaan Olimpiade Tokyo 1964 dan 2020 dari segi infrastruktur
Instalasi cincin Olimpiade yang dibangun jelang penyelenggaraan Olimpiade Tokyo 2020 di kota Tokyo, Jepang, Rabu (14/7/2021). (ANTARA/REUTERS/Fabrizio Bensch)
Pada 2013, Tokyo kembali dipercaya menjadi tuan rumah Olimpiade 2020, yang sekaligus menjadi kali kedua bagi ibu kota Jepang tersebut untuk menggelar acara olahraga multievent tingkat dunia itu setelah 1964.

Deputi Direktur Kementerian Agraria, Infrastruktur, Transportasi dan Pariwisata (MLIT) Jepang Hiroaki Sugawara mengatakan Olimpiade Tokyo 1964 membawa banyak warisan infrastruktur, sementara Olimpiade 2020 diharapkan dapat meninggalkan warisan "tidak berwujud". 

"Kembali pada 1964 ketika Jepang belum sepenuhnya berkembang, fokus ada pada pembangunan, seperti Shinkansen. Sementara, pada 2020 pembangunan telah banyak dilakukan," ujar Sugawara dalam konferensi pers virtual yang diprakarsai Kementarian Luar Negeri Jepang, Rabu.

Pembangunan yang dilakukan pada Olimpiade Tokyo 2020, menurut Sugawara, lebih mengarah pada sosial, baik dari segi segi perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software).

Baca juga: Klaster COVID-19 di hotel Olimpiade membuat Jepang kian was-was 

Warisan Olimpiade 

Olimpiade Tokyo 1964 merupakan Olimpiade dan Paralimpiade pertama yang digelar di Asia. Sekitar 5.100 atlet berpartisipasi dalam 20 cabang kompetisi Olimpiade dan sekitar 370 atlet berpartisipasi dalam sembilan cabang kompetisi Paralimpiade.

Salah satu warisan Olimpiade 1964 adalah Tokaido Shinkansen Line yang diresmikan 1 Oktober 1964, sehari sebelum pembukaan acara olahraga multievent tersebut. Setelah transportasi itu dibangun, Sagawara mengatakan urbanisasi di Jepang berkembang secara dramatis.

Pada 1950-an, ketika masa revitalisasi pascaperang telah selesai, permintaan akan transportasi yang menghubungkan antara Tokyo dan Osaka meningkat dan antrean kereta seringkali mencapai batas kapasitas.

Dengan Shinkansen Line, sebanyak 60 kereta dioperasikan per hari dan bisa mengangkut sekitar 50.000 orang. Perjalanan antara Tokyo dan Osaka juga dapat dipangkas empat jam dari sebelumnya membutuhkan waktu enam jam 30 menit dengan kereta api biasa.

Pada Olimpiade 1964, sepanjang 32,8km jalur tol Metropolitan Expressway resmi dibuka. Pembangunan jalan tol tersebut menjadi jawaban dari kebutuhan transportasi yang menghubungkan fasilitas Olimpiade, termasuk stadion, bandara Haneda dan area kota Tokyo.

Monorail Tokyo juga dibangun untuk meningkatkan aksesibilitas dari area kota ke bandara Haneda Tokyo saat Olimpiade.

Baca juga: Minat dunia ikuti Olimpiade Tokyo meredup 

Warisan infrasturktur Olimpiade Tokyo 1964, seperti Tokaido Shinkansen dan Metropolitan Expressway yang dibangun bertepatan dengan Olimpiade pada saat itu, menurut Sugawara, masih sangat penting sampai dengan hari ini.

Sementara Olimpiade Tokyo 1964 berfokus pada aspek yang "nyata" dari infrastruktur, Olimpiade Tokyo 2020 berfokus pada sejumlah aspek, baik yang "nyata" maupun yang tidak berwujud.

Salah satu warisan infrastruktur pada Olimpiade Tokyo 2020 adalah fasilitas umum yang ramah bagi penyandang disabilitas, baik di jalanan hingga stasiun dan bandara, juga pada kendaraan umum, seperti bis, taksi dan Shinkansen.

Tidak hanya itu, giat edukasi penggunaan fasilitas yang ramah bagi penyandang disabilitas itu pun terus dilakukan, salah satunya lewat poster.

Pada Olimpiade 2020, Jepang juga memperbaiki lanskap kota dengan memindahkan kabel-kabel ke bawah tanah. Jepang saat ini tertinggal jauh dari negara maju lainnya mengenai hal tersebut.

Namun dari segi infrastruktur transportasi, jalanan, termasuk jalan tol, ditingkatkan untuk menjawab kebutuhan transportasi selama berlangsungnya Olimpiade Tokyo 2020.

Baca juga: Gubernur Tokyo jamin sistem medis siap untuk Olimpiade

Tata kota juga dipercantik dengan membuat teras di area tepi sungai untuk menghidupkan suasana, sekaligus menjadikan sungai sebagai "wahana" bagi wisatawan.

Dalam rangka menyambut tamu-tamu dari luar negeri, fungsi bandara Haneda juga diperkuat dengan meningkatkan slot tahunan hingga 40.000 kali dan menambah rute penerbangan, tanpa membuat landasan pacu baru.

Semangat untuk menyambut tamu asing juga dilakukan dengan mengubah penggunaan petunjuk informasi manual ke digital, serta memperkenalkan audio multi-bahasa yang menyediakan informasi dalam bahasa asing.

Jepang juga mengambil kesempatan Olimpiade Tokyo 2020 untuk mempromosikan pariwisata, salah satunya dengan membuat laman internet khusus untuk diseminasi informasi.

"Sayangya, karena pandemi COVID-19, saat ini kami tidak bisa menerima penonton dari luar negeri, tapi kami melakukan persiapan ini untuk menyambut tamu asing. Namun, nantinya bisa menjadi warisan untuk digunakan ketika COVID-19 berakhir," ungkap Sugawara. 

Baca juga: Obsesi Adam Peaty si kampiun gaya dada 100m asal Inggris 
Baca juga: Atlet aktivis bersiap jajal aturan anti-protes dalam Olimpiade 
Baca juga: Kisah dramatis Masomah Ali Zada, dari Afghanistan sampai Olimpiade 

 

Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Rr. Cornea Khairany
Copyright © ANTARA 2021