• Beranda
  • Berita
  • Polisi: Warga yang pesan surat vaksin palsu bisa dipidanakan

Polisi: Warga yang pesan surat vaksin palsu bisa dipidanakan

19 Juli 2021 16:38 WIB
Polisi: Warga yang pesan surat vaksin palsu bisa dipidanakan
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus saat memberikan keterangan pers di Markas Polda Metro Jaya, beberapa waktu lalu. ANTARA/Taufik Ridwan/am.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Yusri Yunus memastikan masyarakat yang memesan surat keterangan vakin, tes usap antigen, dan tes usap "PCR" palsu bisa dijerat hukuman pidana.
 
"Kepada orang-orang yang memesan kami akan lacak semuanya karena dia bisa dipersangkakan di sini," kata Yusri saat jumpa pers di Jakarta, Senin.
 
Menurut Yusri, pihak yang memesan surat palsu ini bisa dipidanakan dengan pasal tentang pemalsuan data otentik.
 
"Dalam KUHP juga ada Pasal 264 tentang pemalsuan data otentik, ini bisa kita jerat," kata Yusri.
​​
Baca juga: Polda Metro bongkar penjualan surat vaksin dan tes "PCR" palsu
 
Sejauh ini, lanjut Yusri, surat keterangan vaksi, PCR dan tes usap antigen palsu ini biasa dibeli oleh para karyawan untuk syarat perjalanan kerja.
 
Bahkan, tak jarang karyawan minta surat keterangan positif COVID-19 agar bisa isolasi mandiri dan tidak bekerja.
 
"Bahkan kemaren ada yang minta bukan negatif, tapi positif untuk kantornya dengan alasan untuk tidak masuk kantor," kata Yusri.
 
Yusri berharap warga tidak melakukan hal tersebut karena berpotensi memperluas penyebaran virus sehingga membahayakan orang lain.
 
Diketahui, Polda Metro Jaya mengungkap kasus praktek penjualan surat keterangan vaksin, PCR, dan antigen palsu dengan tersangka RAR dan TM.
​​
Yusri mengatakan kedua tersangka memasarkan jasa pembuatan surat palsu itu melalui media sosial.
 
"Modus operandi dia menawarkan surat hasil antigen, PCR dan vaksin palsu melalui facebook miliknya dengan nama Rani Maharani," kata Yusri.

Baca juga: Polisi tangkap distributor vaksin palsu di Jakarta

Nanti sistem pembayaran melalui WA, ada transfer di sana atau melalui "top up" pulsa dengan beragam nilainya ada Rp50.000, Rp70.000 atau Rp100.000 tergantung pemesanan.
 
Warga yang menggunakan jasa ini, lanjut Yusri, biasanya adalah para pegawai yang diharuskan memiliki surat keterangan tersebut untuk perjalanan kerja.
 
Atas perbuatannya, kedua terang dijerat dengan Pasal 35 Juncto Pasal 51 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau ITE dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara.

Baca juga: Polisi tangkap distributor vaksin palsu di Jakarta

Pewarta: Walda Marison
Editor: Taufik Ridwan
Copyright © ANTARA 2021