"Untuk RUU KUP, pemerintah bisa fokus kepada reformasi perpajakan yang lebih esensial, seperti kenaikan tarif tertinggi dari pajak penghasilan (PPh) ataupun kepastian reformasi perpajakan untuk pajak pertambahan nilai (PPN)," ujar Yusuf kepada Antara di Jakarta, Senin.
Menurut Yusuf, kebijakan TA seringkali dipergunakan berbagai negara sebagai salah satu bentuk dari reformasi pajak, karena dari program tersebut pemerintah bisa memperbarui basis data perpajakan, namun, pada umumnya TA dilakukan hanya satu kali saja, kalaupun lebih dari satu kali, dilakukan dalam rentang waktu yang panjang.
Dengan adanya wacana TA jilid II ini, Yusuf menilai hal tersebut tentu akan berbeda dengan pola umum selama ini karena baru lima tahun lalu pemerintah melaksanakan pengampunan pajak.
Pada saat itu, ia menyebutkan, pemerintah dalam beberapa kampanye menyampaikan kebijakan TA tidak akan dilakukan lagi.
"Dengan demikian, wacana pengampunan pajak jilid II akan bertolak belakang dengan semangat TA jilid I kala itu," kata Yusuf.
Jika memang tujuan dari wacana TA jilid II adalah membantu proses pemulihan ekonomi, Yusuf menyarankan agar pemerintah bisa memberikan insentif pajak yang sebenarnya juga sudah dilakukan selama COVID-19 berlangsung.
Sementara, jika ingin mendorong pemasukan negara, bisa dilakukan dengan menaikkan tarif tertinggi dari PPh atau pendekatan yang lebih ekstrim seperti penarikan pajak orang kaya.
Belajar dari pengalaman TA jilid I, ia menilai belum ada pengaruh signifikan ke penerimaan pajak, terutama dilihat dari rasio perpajakan atau tax ratio yang masih belum beranjak dari kisaran 10 atau 11 persen.
Dari sisi keadilan, wacana TA jilid II, menurut Yusuf berpotensi mereduksi tujuan dari TA itu sendiri, sehingga wajib pajak (WP) bisa saja berpikir untuk tidak perlu disiplin dalam membayar atau melaporkan pajak karena akan ada TA jilid berikutnya.
Baca juga: CORE: Tax Amnesty jilid II berpotensi tingkatkan penerimaan negara
Baca juga: Anggota DPR imbau pemerintah kaji ulang rencana tax amnesty jilid II
Pewarta: Agatha Olivia Victoria/Royke Sinaga
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2021