Bank Indonesia meningkatkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2021 dari 5,7 persen menjadi 5,8 persen di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang kembali meningkat, seiring penyebaran varian delta COVID-19 di sejumlah negara.Volume perdagangan dan harga komoditas dunia juga diperkirakan lebih tinggi sehingga mendukung perbaikan kinerja ekspor negara berkembang
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulan Juli 2021 di Jakarta, Kamis, mengatakan salah satu pemicu membaiknya perekonomian global adalah pulihnya kinerja perdagangan internasional.
"Volume perdagangan dan harga komoditas dunia juga diperkirakan lebih tinggi sehingga mendukung perbaikan kinerja ekspor negara berkembang, termasuk Indonesia," ujarnya.
Baca juga: BI turunkan proyeksi ekonomi RI jadi 3,5 persen-4,3 persen
Menurut dia, perkiraan tersebut juga ditopang kenaikan pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat (AS) dan Kawasan Eropa, seiring dengan percepatan vaksinasi serta berlanjutnya stimulus fiskal dan moneter. Sedangkan, pertumbuhan ekonomi Tiongkok tetap tinggi.
Sementara itu, prospek ekonomi India dan kawasan ASEAN kemungkinan akan lebih rendah akibat penerapan pembatasan mobilitas untuk mengatasi peningkatan kembali kasus COVID-19.
Namun, lanjut dia, ketidakpastian pasar keuangan global diperkirakan meningkat, didorong oleh kekhawatiran pasar terhadap peningkatan COVID-19 dan dampaknya terhadap prospek ekonomi dunia, serta antisipasi terhadap rencana kebijakan pengurangan stimulus moneter atau tapering Bank Sentral AS, The Fed.
Baca juga: BI kembali pertahankan suku bunga acuan 3,5 persen
Kondisi tersebut, tambah Perry, mendorong pengalihan aliran modal kepada aset keuangan yang dianggap aman atau flight to quality, sehingga mengakibatkan terbatasnya aliran modal dan tekanan nilai tukar negara berkembang, termasuk Indonesia.
Penyesuaian aliran modal keluar dari negara berkembang pun menyebabkan nilai tukar rupiah pada 21 Juli 2021 melemah 0,29 persen secara point to point dan 1,14 persen secara rerata dibandingkan dengan level akhir Juni 2021.
"Dengan perkembangan tersebut, rupiah sampai dengan 21 Juli 2021 mencatat depresiasi sekitar 3,39 persen dibandingkan dengan level akhir 2020, relatif lebih rendah dibandingkan depresiasi dari mata uang sejumlah negara berkembang lainnya, seperti Filipina, Malaysia, dan Thailand," kata Perry.
Baca juga: BI catat aliran modal asing masuk Rp7,55 triliun dalam pekan ini
Baca juga: BI perkirakan penyaluran kredit meningkat pada triwulan II
Pewarta: Agatha Olivia Victoria/Satyagraha
Editor: Satyagraha
Copyright © ANTARA 2021