Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) mengajak pemangku kepentingan (stakeholder) mulai dari kementerian, pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat, akademisi hingga masyarakat bekerja bersama dalam upaya rehabilitasi dan perlindungan ekosistem bakau di Hari Mangrove Sedunia.
Kepala BRGM Hartono dalam siaran pers Hari Mangrove Sedunia yang diterima di Jakarta, Senin, mengatakan ekosistem bakau atau mangrove di Indonesia sekitar 3,31 juta hektare (ha) atau 24 persen dari total mangrove dunia, sehingga menjadi negara dengan sebaran tumbuhan bermarga Rhizophora terluas di dunia sekaligus sebagai pengendali perubahan iklim global.
Pasalnya, menurut dia, ekosistem mangrove memiliki kemampuan untuk menyimpan cadangan karbon 4-5 kali lebih besar dibandingkan hutan daratan. Sehingga upaya perlindungan dan pelestarian mangrove Indonesia penting dilakukan.
Baca juga: KEHATI: Rehabilitasi ekosistem mangrove mesti melibatkan masyarakat
Sayangnya, ia mengatakan sekitar 637 ribu ha mangrove Indonesia masuk dalam kategori kritis. Penyebab kerusakan karena terjadinya perubahan alih fungsi mangrove, seperti konversi tambak ilegal, perkebunan, pemukiman serta penebangan mangrove untuk kayu bakar dan bahan baku arang.
Luasnya kerusakan mangrove tersebut, kata Hartono, mendorong pemerintah Indonesia melakukan upaya rehabilitasi mangrove. Komitmen itu terlihat dengan diterbitkannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 1 Tahun 2020, di mana Badan Restorasi Gambut dan Mangrove diamanatkan untuk melakukan percepatan rehabilitasi mangrove di 9 provinsi prioritas, yaitu Kepulauan Riau, Riau, Sumatera Utara, Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Papua dan Papua Barat.
Luasan areal rehabilitasi mangrove yang akan dilakukan BRGM sekitar 637 ribu ha sampai 2024. Untuk 2021, ia mengatakan target rehabilitasi mangrove BRGM adalah 43 ribu ha dari 83 ribu ha target nasional.
Menurut Hartono, upaya percepatan rehabilitasi mangrove yang mereka lakukan tidak hanya memulihkan ekologi mangrove, tapi juga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di areal hutan mangrove.
BRGM menggunakan pendekatan padat karya melalui penanaman bibit mangrove dengan melibatkan masyarakat secara langsung. Ia mengatakan kunci keberhasilan rehabilitasi mangrove adalah adanya keterlibatan masyarakat.
Baca juga: LSM sebut 75 persen hutan bakau di Aceh Tamiang rusak parah
Pasalnya, masyarakat di areal mangrove berinteraksi secara langsung dan memiliki ketergantungan secara sosial dan ekonomi pada hutan mangrove. Ketergantungan itu karena fungsi ekologi mangrove, yaitu sebagai tempat berpijah aneka biota laut, penyerap polutan, mencegah intrusi air laut, mengikat sedimen dan melindungi garis pantai dari abrasi dan tsunami.
Hal tersebut menjadikan upaya percepatan rehabilitasi mangrove berbasis masyarakat penting dilakukan, katanya. Karenanya BRGM akan membangun Desa Mandiri Peduli Mangrove agar masyarakat diedukasi, diperkuat kelembagaannya, dan diberi akses untuk pendanaan dan kebijakan untuk mengelola ekosistem mangrove yang berkelanjutan.
Untuk memastikan keberlanjutan upaya rehabilitasi ini, BRGM terus menyinergikan program rehabilitasi mangrove ini dengan berbagai pihak seperti Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), pemerintah daerah serta mitra. Koordinasi dan sinkronisasi dilakukan juga untuk mendukung perencanaan makro dan mikro rehabilitasi mangrove di Indonesia.
Selain itu ia juga mengatakan, upaya percepatan rehabilitasi mangrove yang dimulai dari bulai Mei sampai Juli 2021 melalui penanaman bibit mangrove telah dilakukan pada areal mangrove seluas 10.016 ha. Upaya tersebut masih akan terus dioptimalkan agar target tahunan tercapai.
Baca juga: BRGM: Kerusakan ekosistem mangrove kategori kritis capai 637.000 ha
Baca juga: Bappenas: Strategi nasional perlu cegah penurunan luasan mangrove
Baca juga: Kemendes rehabilitasi 60 hektare hutan mangrove di Kepulauan Tanimbar
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2021