Sekelompok pakar independen PBB mengatakan Jumat lalu (23//7) bahwa komunitas etnis Karen yang tinggal di Kompleks Hutan Kaeng Krachan yang luas di dekat perbatasan Myanmar telah berulang kali menjadi sasaran penggusuran paksa dan penangkapan di daerah tersebut.
"Kami telah menerima hadiah besar dari Komite Warisan Dunia," kata Varawut Silpa-archa dalam sebuah pernyataan pemerintah, Senin (26/7).
"Selama 16 tahun terakhir, kami telah bekerja keras dan telah empat kali mencoba memasukkan Kaeng Krachan sebagai situs warisan dunia dan ini yang keempat kalinya kami berhasil," ujar dia.
China dan Rusia termasuk di antara negara-negara yang mendukung tawaran Thailand, menurut proposal bersama mereka, yang tidak menyebutkan kehadiran komunitas etnis Karen di wilayah tersebut.
Lebih dari 80 etnis Karen telah ditangkap tahun ini, 28 di antaranya didakwa secara pidana karena "perambahan" di tanah mereka di taman, termasuk seorang anak, kata pernyataan pekan lalu oleh pakar hak asasi manusia independen PBB.
Komunitas Karen yang tinggal di hutan telah menolak upaya otoritas Thailand untuk pindah dari apa yang mereka katakan sebagai rumah leluhur mereka.
Seorang juru bicara pemerintah Thailand tidak menanggapi permintaan dari Reuters untuk mengomentari penggusuran yang dilaporkan.
"Masyarakat adat yang telah tinggal di sana selama lebih dari seratus tahun tidak memiliki hak atas tanah leluhur mereka," kata Angkhana Neelapaijit, mantan komisioner hak asasi manusia Thailand.
"Mereka menghadapi penggusuran atas nama melestarikan hutan".
Sumber: Reuters
Baca juga: Unesco tetapkan tiga situs warisan dunia baru
Baca juga: 12 situs baru ditambahkan ke Daftar Warisan Dunia
Baca juga: Setengah dari situs warisan dunia terancam industri
Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2021