Ketua Tim Kerja Onkologi Paru Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Prof. dr. Elisna Syahruddin Ph.D, Sp.P(K), menyarankan pasien kanker paru untuk tetap ikuti prosedur rumah sakit dan rutin kontrol demi mengetahui perkembangan penyakit di tengah pandemi.Untuk pasien yang terkena COVID-19, ditunda dulu sampai sembuh dan memenuhi syarat kemoterapi
"Tetap laksanakan prosedur protokol kesehatan seperti memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak," kata Elisna dalam konferensi pers daring, Rabu.
Dia mengingatkan kepada masyarakat untuk mencari informasi kepada dokter atau profesional bila merasakan gejala. Elisna pun menyarankan kepada para pasien kanker paru untuk tetap mengikuti saran dokter untuk melakukan terapi.
Elisna menjelaskan rekomendasi PDPI mengenai tatalaksana keganasan rongga toraks dalam pandemi COVID-19. Berdasarkan rekomendasi PDPI, prosedur diagnosis untuk kasus baru tidak boleh ditunda. Namun, semua dilaksanakan dengan mengaplikasikan prinsip keamanan dengan protokol kesehatan yang sesuai dengan kondisi di tengah pandemi.
Baca juga: Dokter paru sarankan protokol ketat kunjungan penyintas kanker paru
"Radioterapi untuk kasus dengan kegawatan respirasi tidak boleh tertunda," lanjutnya.
Untuk pasien kanker paru stadium awal yang masih bisa dibedah, prosesnya harus disegerakan. Sebab, selagi masih bisa dilakukan, bedah adalah terapi terbaik. Selain itu, kemoterapi lini pertama bisa diberikan dengan menggunakan rejimen tiga mingguan.
"Untuk pasien yang terkena COVID-19, ditunda dulu sampai sembuh dan memenuhi syarat kemoterapi."
Kemudian, jarak kunjungan ke rumah sakit pun diperpanjang untuk menghindari atau mengurangi kontak Orang Dalam Pantauan (ODP).
Pandemi COVID-19 turut memengaruhi pengobatan pasien kanker paru, jelas dia. Dampak yang dirasakan di antaranya adalah butuh waktu lebih lama karena pasien harus menjalani screening COVID-19 sebelum menjalani prosedur diagnosis dan pengobatan. Selain itu, adanya pembatasan atau penundaan layanan akibat keterbatasan sumber daya manusia atau sarana dan prasarana rumah sakit.
Baca juga: Kanker paru jadi penyebab kematian nomor satu pada pria di Indonesia
Adanya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat juga membuat pasien menghadapi keterbatasan pilihan transportasi juga memenuhi persyaratan keluar masuk daerah. Pandemi juga menimbulkan kekhawatiran pasien akan kemungkinan penularan bila menggunakan transportasi umum dan kemungkinan penularan di rumah sakit.
Berdasarkan data Global Cancer Statistic (Globocan) 2020, jumlah kasus baru kanker paru di Indonesia meningkat 8,8 persen menjadi 34.783 kasus atau menempati peringkat ketiga. Sementara itu, jumlah kematian akibat kanker paru meningkat 13,2 persen menjadi 30.843 jiwa atau menempati peringkat pertama. Hal itu disebabkan oleh karena sebagian besar pasien terdiagnosa pada stadium lanjut.
Dia menjelaskan, diagnosis dan pengobatan yang tepat waktu merupakan faktor penting untuk menentukan keberhasilan pengobatan kanker paru. Masyarakat perlu menghindari faktor risiko kanker paru dan mengetahui gejala kanker paru sehingga apabila merasakan beberapa gejala tersebut, perlu segera melakukan konsultasi kepada dokter agar bisa terdiagnosa lebih cepat.
Baca juga: Tanya jawab kanker paru, benarkah bisa dialami orang muda?
"Lebih dari itu, pasien yang sudah terdiagnosa, harus mendapatkan terapi sesuai dengan kondisinya karena kanker paru berkembang dengan cepat. Masa pandemi tidak menyebabkan pasien harus berhenti melakukan pemantauan terlebih melanjutkan terapi," katanya.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi risiko seseorang terkena kanker paru. Faktor yang tidak dapat dikontrol di antaranya pertambahan umur, jenis kelamin dan riwayat kanker dalam keluarga atau genetik. Ada pula faktor yang bisa dikontrol yakni paparan asap rokok baik itu perokok aktif atau pasif, polusi, paparan zat karsinogen dalam pekerjaan juga penyakit paru kronik.
Screening kanker paru dilakukan terhadap kelompok berisiko yang belum menunjukkan gejala. Orang yang direkomendasikan menjalani screening kanker paru adalah orang berusia di bawah 45 tahun, baik itu perokok aktif atau pasif atau orang yang telah berhenti merokok dalam kurun sepuluh tahun. Screening kanker paru juga dilakukan untuk orang yang punya riwayat kanker dalam keluarga juga bekerja di daerah dengan paparan zat karsinogen.
Baca juga: Kematian akibat kanker paru meningkat pada 2020
Baca juga: Hari kanker sedunia, kenali penyebab dan deteksi kanker paru
Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2021