• Beranda
  • Berita
  • Vaksin "hilang", penduduk asli Bolivia batal disuntik

Vaksin "hilang", penduduk asli Bolivia batal disuntik

29 Juli 2021 21:39 WIB
Vaksin "hilang", penduduk asli Bolivia batal disuntik
Warga suku asli di kota perbatasan Villazon, Bolivia. (9/11/2020). ANTARA FOTO/REUTERS/Ueslei Marcelino/AWW/djo

Ketika vaksin akan datang orang-orang sedikit gugup, tapi kemudian vaksinnya hilang dan orang-orang tak jadi divaksin, itulah yang terjadi

Di dataran tinggi Uru Chipaya, Bolivia, Fausto Lopez mengenakan pakaian terbaiknya. Dia senang karena akhirnya bakal disuntik vaksin COVID-19.
 

Lopez dan istrinya, Petronila Mollo, berangkat ke alun-alun kota, di mana acara vaksinasi massal digelar setelah pemerintah mengatakan akan mengirim vaksin Janssen dosis tunggal buatan Johnson & Johnson ke komunitas penduduk asli yang terpencil.
 

Banyak media diundang untuk meliput kabar baik itu.

 

Namun, acara itu tidak berlangsung sesuai rencana. Vaksin yang ditunggu tak kunjung tiba.

 

Meski membawa poster "Saya telah divaksin COVID-19", sebagian besar orang di sana tetap belum divaksin. Hanya segelintir sukarelawan saja yang disuntik, itu pun memakai vaksin China yang sebelumnya sudah tersedia di kota itu.


Baca juga: Anak sekolah online, orang tua di Bolivia kursus cara pakai ponsel
 

Lopez tak bisa menyembunyikan kekecewaannya.

 

"Ketika vaksin akan datang orang-orang sedikit gugup, tapi kemudian vaksinnya hilang dan orang-orang tak jadi divaksin, itulah yang terjadi," kata Lopez.

 

Jauh dari kota-kota besar --Uru Chipaya sekitar delapan jam berkendara dari La Paz-- masyarakat asli Amerika Latin itu seringkali tertinggal dalam program vaksinasi yang buruk di wilayah itu.

 

Di kawasan barat yang bergunung-gunung, kaum lelaki bertani dan memelihara ikan, dan kaum perempuannya ahli merajut wol dari bulu domba untuk dijadikan kerajinan yang bisa dijual.

Baca juga: RS Bolivia adakan kunjungan virtual untuk pasien COVID dan keluarganya

 

Lokasi yang sangat terpencil telah memelihara cara hidup mereka. Namun selama pandemi virus corona, kondisi itu membuat mereka terhalang untuk mendapatkan vaksin, yang perlu disimpan secara hati-hati dan diberikan dalam dua dosis dalam rentang waktu yang panjang.

 

Pemerintah sosialis Bolivia sejauh ini telah memberikan lebih dari 3,1 juta dosis vaksin, cukup bagi 13,5 persen populasinya dengan asumsi setiap orang memerlukan dua dosis.

 

Namun, meski sejumlah masyarakat adat yang sulit dijangkau telah mulai divaksin, pemimpin mereka, termasuk anggota legislatif Cecilia Moyoviri dan aktivis setempat Alex Villca, telah mengkritik kurangnya vaksin bagi komunitas-komunitas itu.

 

"Ada ketidakadilan dalam distribusi vaksin," kata Toribia Lero, kepala komite penduduk asli di majelis rendah deputi Bolivia.

 

"Masih belum ada data tentang bagaimana vaksin didistribusikan ke komunitas adat. Dalam banyak kesempatan, kementerian pergi ke sebuah kota atau bertemu para pemimpin hanya untuk berfoto."

 

Osman Calvimontes Subieta dari Kementerian Kesehatan mengatakan: "Vaksin dijamin... kita harus pahami otoritas lokal di daerah-daerah adat sedang memberi contoh."

 

Dia menolak berkomentar kenapa vaksin yang dijanjikan tak datang ke Uru Chipaya.

 

Akibat penundaan pengiriman vaksin Sputnik V dari Rusia, pemerintah telah beralih ke vaksin Sinopharm dan menerima vaksin Janssen lewat mekanisme COVAX. Mereka berjanji untuk mengirimkannya ke daerah-daerah pedesaan.

 

Lero mengatakan para legislator akan menyelidiki apa yang terjadi di Uru Chipaya.

 

"Kami akan melakukan penyelidikan tentang hal itu karena penduduk asli tidak boleh lagi terkena risiko."

 

Sumber: Reuters


Baca juga: COVID-19 melonjak di BC Kanada, masker diwajibkan lagi

Baca juga: Iran akan mulai produksi salah satu vaksin COVID buatannya

Pewarta: Anton Santoso
Editor: Fardah Assegaf
Copyright © ANTARA 2021