Bapak dan ibu yang bergerak di dunia pendidikan, adik-adik sekalian, kalau ada pelajar yang pakai narkotika jangan jauhi, bully, dan kucilkan
Badan Narkotika Nasional (BNN) mendalami perilaku pengguna dan menemukan nongkrong malam hari menjadi aktivitas paling berisiko bagi pelajar mengkonsumsi narkotika.
Kepala Pusat Penelitian, Data dan Informasi BNN Agus Irianto dalam talkshow virtual Lindungi Anak Dari Penyalahgunaan NAPZA secara daring di Jakarta, Jumat, mengatakan hasil tes urine di lingkungan pendidikan tahun 2021, yang dilakukan kepada 5.905 peserta didik ditemukan 18 positif menggunakan narkotika.
"Perilaku berisiko pelajar yang memakai narkotika dalam hal ini setahun terakhir. Dari angka prevalensi yang saya sampaikan tadi, kita coba mendalami perilaku pelajar yang kita dapati memakai narkotika," katanya.
Dengan melihat presentasenya maka Agus mengatakan perilaku tertinggi pertama adalah nongkrong malam hari, rata-rata para pelajar yang memakai angkanya 80,6 persen. Kemudian merokok 78,5 persen, sedangkan yang minum alkohol 65,6 persen.
"Kemudian bermain game, dalam hal ini yang berlebihan dan mungkin kontennya yang seharusnya tidak boleh diakses pelajar. Jadi sisi buruk berlebihan pemakaian teknologi, game, bagi pelajar yang menggunakan narkotika itu adalah 62,4 persen, ke tempat biliar 47,3 persen, ke tempat karaoke 39,1 persen, vaping yang biasa pakai vape itu 30,4 persen, ke tempat hiburan malam itu 22,7 persen, ke lokalisasi, itu ada pelajar yang pemakai itu pernah ke lokasasi 1,3 persen," ujar dia.
Menurut Agus, sangat esensial untuk membangkitkan kembali Pendidikan Moral Pancasila (PMP) hingga pendidikan sejarah bangsa. Itu karena rata-rata pendidikan soal etika ada di keluarga, tapi waktu pelajar lebih banyak berada di lembaga pendidikan, sedangkan saat sampai di rumah asyik bermain game.
Baca juga: Nia Ramadhani: Seharusnya saya beri contoh baik buat anak saya
Baca juga: Empat anak di bawah umur jadi kurir narkoba ditangkap polisi
BNN, kata Agus, juga mencoba melihat sanksi apa yang biasanya dirasakan pelajar yang mengkonsumsi narkotika. Dan sebanyak 6,1 persen merasa dijauhi, 6,1 persen merasa dapat perundungan, serta 7,9 persen merasa dikucilkan di sekolah.
"Bapak dan ibu yang bergerak di dunia pendidikan, adik-adik sekalian, kalau ada pelajar yang pakai narkotika jangan jauhi, bully, dan kucilkan. Mereka anak-anak kita yang sedang salah jalan. Taking them back (bawa mereka kembali), jadi jangan dijauhi," kata Agus menegaskan.
Dengan melihat situasi tersebut, Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) Dr dr Diah Setia Utami mengatakan faktor stres akibat pandemi COVID-19 dapat menjadi salah satu penyebab seorang anak untuk mengkonsumsi narkoba.
"Pandemi ini sudah membawa banyak penderitaan pada keluarga. Banyak anak yang menjadi yatim piatu dan tidak bisa sekolah lagi. Mereka merasa saat ini terkurung," kata Diah.
Ia mengatakan situasi pandemi COVID-19 telah membawa penderitaan kepada anak. Seperti masalah ekonomi dan pendidikan daring, sehingga mendorong anak untuk mencari cara melarikan diri dari situasi yang belum bisa mereka terima, seperti kecanduan bermain game online dan mengkonsumsi narkoba.
Diah berharap orang tua dan semua tenaga pendidikan dapat membangun komunikasi yang baik dengan anak-anak, sehingga anak merasa dihargai juga termotivasi untuk menerima diri sendiri dan menjauhi narkoba.
Baca juga: BNN sinyalir 90 persen anak pengguna narkotika dari kalangan OAP
Baca juga: KPAI: Rokok elektrik potensi masuknya NAPZA bagi anak
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Virna P Setyorini
Copyright © ANTARA 2021