Koalisi Pemantau Peradilan berharap Komisi Yudisial (KY) dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan profesional kepada para calon hakim agung.Proses wawancara ini seharusnya menjadi sarana bagi KY untuk menggali lebih dalam terkait kompetensi, rekam jejak, dan integritas calon
"Dalam pemantauan pelaksanaan wawancara hari pertama pada Selasa, 3 Agustus 2021, beberapa Komisioner Komisi Yudisial tidak mengajukan pertanyaan secara profesional, karena seperti menunjukan sikap tidak respek terhadap para calon hakim dengan menunjukkan ekspresi garang," kata anggota Koalisi Pemantau Peradilan Muhammad Isnur, di Jakarta, Selasa.
Komisi Yudisial menggelar wawancara calon hakim agung (CHA) 2021 pada 3-7 Agustus 2021 yang dapat diakses melalui kanal Youtube Komisi Yudisial. Namun sejak awal tayangan, suara yang keluar dari kanal tersebut sangat minim, dan bahkan kadang tak terdengar sama sekali.
Pada hari ini dilakukan wawancara terhadap lima orang CHA, yaitu Aviantara, Dwiarso Budi Santiarto, Suradi, Jupriyadi, dan Artha Theresia Silalahi.
"Namun pada saat yang bersamaan, tidak menukik kepada pertanyaan-pertanyaan yang mendalami kompetensi minimum yang dibutuhkan oleh calon hakim agung seperti integritas dan kapabilitas," ujar Isnur.
Ia menilai proses pendalaman profil berupa klarifikasi rekam jejak dalam wawancara kali ini malah dilakukan secara tertutup.
"Publik tidak bisa lagi mengetahui proses klarifikasi terhadap data-data atau informasi yang bersifat publik yang dimiliki calon hakim agung. Hal itu tentu saja sebuah kemunduran proses seleksi dibandingkan proses-proses seleksi sebelumnya yang lebih terbuka dan transparan," ujar Isnur.
Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) pun menuntut KY agar lebih serius dalam proses wawancara selanjutnya.
"Proses wawancara ini seharusnya menjadi sarana bagi KY untuk menggali lebih dalam terkait kompetensi, rekam jejak, dan integritas calon," kata Isnur.
Koalisi mendesak KY untuk melakukan proses wawancara dengan memberikan pertanyaan yang bermanfaat untuk menguji kompetensi CHA dan bukan pertunjukan kegarangan.
"Kami minta KY memilih calon hakim agung yang memiliki profil berupa kompetensi yang mumpuni dan integritas yang baik serta menelusuri rekam jejak, termasuk dari sumber LHKPN agar bisa memastikan bahwa hakim agung yang terpilih memiliki rekam jejak yang bersih dan berintegritas," ujar Insur.
Selanjutnya KY diminta untuk memastikan hakim agung yang terpilih memiliki pemahaman dan komitmen terhadap hak asasi manusia dan keberpihakan pada kelompok rentan dan minoritas serta tidak meloloskan CHA yang memiliki rekam jejak buruk dan tidak berintegritas.
Ada 24 CHA yang lolos seleksi tahap kesehatan dan kepribadian. Mereka mengikuti seleksi tahap akhir di KY yaitu tahap wawancara (fit and proper test).
Para CHA itu terdiri dari 15 calon hakim kamar pidana, 6 calon hakim kamar perdata, dan 3 calon hakim kamar militer.
Pada tahap wawancara, CHA akan diuji pemahamannya oleh tujuh Komisioner KY dan panel ahli yang diundang mengenai (1) visi, misi dan komitmen; (2) kenegarawanan; (3) integritas; (4) kemampuan teknis dan proses yudisial; dan (5) kemampuan pengelolaan yudisial.
Dari 24 nama CHA pada tahap wawancara tersebut, terdapat beberapa nama yang pernah mengikuti seleksi sebelumnya.
"Terdapat calon hakim agung yang memiliki catatan integritas misalnya harta kekayaan yang nilainya tidak wajar serta dugaan perilaku yang tidak profesional dan berintegritas. Hingga di tahap meloloskan 24 nama tersebut, KY tampaknya tidak mempertimbangkan dengan menyeluruh catatan integritas para calon hakim berdasarkan masukan dan pengaduan masyarakat," kataIsnur pula.
Baca juga: 24 nama lolos seleksi tes kesehatan dan kepribadian calon hakim agung
Baca juga: Seleksi calon hakim agung di Komisi Yudisial masuk tahap ketiga
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021