Jepang kembali memenangi nomor ketiga skateboard ini setelah atlet mereka Sakura Yosozumi yang berusia 19 tahun, membuat skor terbaik 60,9 dari tiga run atau babak yang diikuti delapan atlet yang lolos ke final nomor ini.
Medali perak dan perunggu direbut oleh atlet-atlet cilik sensasional Kokona Hiraki dari Jepang dan Sky Brown dari Inggris yang masing-masing baru berusia 12 dan 13 tahun.
Baca juga: Yosozumi sabet emas skateboard park putri, Sky Brown perunggu
Hiraki membuat skor terbaik 59,04 yang dicatatnya pada run kedua, sedangkan Brown mencetak skor terbaik 56,47 pada run ketiga setelah terjatuh pada dua run pertama.
Kompetisi ini menarik bukan saja diikuti oleh anak-anak Gen Z dengan gaya dan penampilan khas generasi masa kini di mana salah satu dari delapan peserta final, Bryce Wettstein dari Amerika Serikat, bahkan memperkenalkan diri sambil membawa okulele menjelang final park putri itu dimulai.
Namun yang paling mengesankan dari kompetisi di antara para remaja ini adalah nyaris tidak terlihatnya suasana persaingan seperti umum terjadi pada kompetisi olah raga.
Mereka saling mengumbar senyum, berbalas tepuk tangan, bahkan saling menepuk punggung, mengusap kepala, saling memeluk, demi memberi selamat dan menyemangati, pada hampir setiap kali salah satu dari mereka menyelesaikan run, entah run itu berjalan baik atau tidak.
Sambil mengumbar senyum dan memasang muka ramah, Yosozumi memeluk dan menyemangati Poppy Olsen, skateboarder Australia berusia 21 tahun, yang terjatuh pada run pertama. Padahal Olsen adalah salah seorang pesaing yang tengah dihadapinya dalam final itu yang bisa saja membuat Yosozumi gagal mendapatkan medali.
Baca juga: Skateboard jalani debut bersejarah di Olimpiade Tokyo
Dan itu tidak hanya ditunjukkan oleh Yosozumi. Semua dari delapan atlet yang masuk final park putri itu melakukannya, dari awal lomba sampai seremoni medali.
Bryce Wettstein si anak SMA berusia 17 tahun dari California dan pemusik yang hobi menulis lagu bersama petikan okulelenya yang menurut lamam The Lily.com sudah menuliskan 10 lagu Olimpiade, sportif memberi selamat kepada Hiraki yang mencatat nilai lebih tinggi, dengan cara mengusap kepala sang skateboarder cilik yang mungkin masih kelas satu SMP atau bahkan kelas enam sekolah dasar.
Lalu, pada run penentuan di mana Yosuzumi dan Hiraki bisa saja kehilangan kesempatan emas dan peraknya karena Sky Brown bisa menyalip mereka pada run ketiga, kedua atlet Jepang itu malah menyemangati Brown agar mencatat skor tertinggi.
Dan ketika Brown tak bisa melakukannya, namun sudah cukup membuat dia memastikan medali perunggu, Yosuzumi datang mendekati Brown setelah atlet skateboard Inggris tersebut menyelesaikan run terakhirnya
Yosuzumi memeluk dan menyelamati Brown. Dengan sportif dia menyampaikan gestur salut atas teknik tinggi yang ditampilkan Brown pada run terakhir itu sekalipun tak cukup banyak untuk menyalip skor terbaik yang dituliskan Yosuzimi dan Hiraki.
Baca juga: Dua remaja bersahabat berebut medali skatebord Olimpiade Tokyo
Dari awal sampai akhir lomba
Suasana yang begitu cair itu berlangsung selama lomba dan setelah seremoni. Ketika Sky Brown asyik bercengkerama dengan keluarganya nun jauh di Inggris sana lewat tautan video dalam layar besar yang disediakan panitia Olimpiade di semua arena untuk para atlet peraih medali, Yosuzumi mendekat.
Padahal waktu itu, sekalipun di ruang terbuka dan siapa pun bisa lewat dan melihatnya, Brown lagi asyik bercengkerama dengan keluarganya di Inggris itu yang tengah memasuki tengah malam.
Yososumi mendekat sambil membentangkan Hinomaru, bendera kebangsaan Jepang, kemudian merengkuh pundak Brown yang juga berselimutkan Uniok Jack, bendera kebangsaan Inggris, sambil turut menyapa keluarga Brown di Inggris dari layar besar itu.
Momen itu tentu saja sangat menarik perhatian media sehingga belasan fotografer mengabadikannya, sementara kamera televisi tak henti menyorot tingkah laku kedua atlet belia ini.
Bukan saja kepada Yososumi dan Brown, kamera televisi juga menyorot tingkah atlet-atlet muda lainnya yang sama sekali enggan memperlihatkan gestur sedang berkompetisi, sekalipun begitu turun arena bersama papan luncurnya, mereka fokus menciptakan yang terbaik.
Mungkin tak ada arena olahraga yang atmosfer persabatatan sekonstan seperti terjadi di skateboard yang terjadi dari awal sampai akhir lomba, bahkan setelah seremoni medali.
Baca juga: Skater cilik Brazil dapat "kejutan hukum" sepulang dari Olimpiade
Mengapa bisa begitu? Apakah ini karena skateboard, seperti disebut kebanyakan kalangan pecinta skateboard sendiri, bukan sekadar olahraga lebih merupakan seni dan gaya hidup sehingga aura kompetisi menghilang?
Faktanya yang terjadi, paling tidak dari yang terlihat dari luar, cabang olah raga ini memang lain. Ini memang olah raga, tetapi juga terlihat sebagai olah seni, olah pikir kreatif, bahkan menjadi pernyataan mode.
Kebanyakan penggemar dan pelakunya sendiri menyebut skateboard adalah gaya hidup dan oleh karena itu menurut mereka gaya hidup semestinya tidak boleh dikompetisikan.
Boleh atau tidak, yang pasti yang terlihat dari final park putri itu memang lebih terlihat unjuk seni, ketimbang kompetisi. Tetapi jangan heran ini terjadi karena sebagian dari mereka memang bukan sekadar atlet.
Contohnya, Bryce Wettstein yang menjadi salah satu kontestan final park putri tadi itu, adalah juga musisi.
Sedangkan Sky Brown adalah bintang Instagram yang memiliki 602 ribu follower dan 29 juta view di kanal YouTube miliknya. Dalam usianya yang baru 13 tahun, Brown adalah juga filantropis yang digandeng Nike dan bintang reality televisi.
Baca juga: Peraih emas skateboard Horigome-Nishiya turun di Championship Tour
Kostum yang modis
Dan mungkin benar semua itu terjadi karena skateboard itu memang gaya hidup, ditambah atlet-atletnya yang juga cenderung seniman, maka cara mereka berkostum pun unik.
Tak berseragam. Semua bebas mengenakan apa saja, persis seperti sedang mengekspresikan diri, atau dalam kata lain lebih merepresentasikan gaya hidup.
Tengok saja cara berpakaian mereka. seperti ditunjukkan oleh kedelapan atlet remaja putri yang tampil dalam final park putri di Tokyo itu.
Dan setiap kali mereka tampil, selalu membuat sensasi di media sosial, karena perikatan atau engagement mereka dengan internet dan media sosial memang sangat tinggi.
Skateboarder putri Jepang Aori Nishimura misalnya. Dia membuat heboh di Twitter setelah tampil serba putih dari topi sampai sepatu, dengan rambut dicat pirang menyala di tengah panas menyengat sinar mentari.
Sementara skater Brazil berusia 13 tahun, Rayssa Leal, mengenakan celana kargo warna cokelat yang disangga sabuk skater hitam.
Baca juga: Skateboard dan kisah dua anak sekolahan menggebrak Tokyo 2020
Banyak skateboarder Amerika Serikat, Jepang, dan Brazil yang sudah menjadi ikon mode sehingga tak heran cara berpakaian mereka pun selalu menarik perhatian media, dan tentunya media sosial.
Pada babak penyisihan putra pekan lalu, ansambel putih dan topi biru yang dikenakan skateboarder Prancis Vincent Milou mendatangkan pujian dari mana-mana.
Sedangkan Nyjah Huston yang ikonik rutin berbagi foto kostumnya kepada 4,9 juta followernya di Instagram.
Sekalipun kebanyakan dirancang oleh sponsor-sponsor seperti Nike, tapi pernyataan mode mereka adalah juga pernyataan hidup mereka, yang bertemali dengan gaya hidup dan gagasan-gagasan mereka.
Pada akhirnya, walaupun diselimuti pro-kontra masuk olahraga kompetisi, skateboard sepertinya sudah menjadi olahraga masa kini dan nanti.
Tapi semoga saja suasana bersahabat di tengah berkompetisi seperti terlihat pada final park putri Rabu pagi tadi itu, bukan yang terakhir, bahkan menjadi salah satu dari identitas skateboard.
Baca juga: Gadis 13 tahun jadi perempuan pertama rebut emas skateboard Tokyo 2020
Pewarta: Jafar M Sidik
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2021