• Beranda
  • Berita
  • Kemenaker diminta buka kran pengiriman pekerja migran ke Malaysia

Kemenaker diminta buka kran pengiriman pekerja migran ke Malaysia

7 Agustus 2021 13:25 WIB
Kemenaker diminta buka kran pengiriman pekerja migran ke Malaysia
Ketua Asosiasi Pengusaha Pekerja Migran Indonesia (APPMI) H Muazzim Akbar bersama pengurus APPMI di Mataram, NTB, Jumat (6/7/2021). Asosiasi itu minta Kementerian Keternagakerjaan membuka pengiriman pekerja migran Indonesia (PMI) ke Malaysia. ANTARA/Nur Imansyah.

mayoritas atau 90 persen pengiriman PMI, khususnya asal NTB adalah Malaysia, sehingga dengan belum dibukanya pengiriman PMI ke negeri jiran tersebut berdampak pada ekonomi dan pengangguran di daerah.

Asosiasi Pengusaha Pekerja Migran Indonesia (APPMI) mengajukan permintaan kepada Kementerian Keternagakerjaan (Kemenaker) untuk bisa membuka kran pengiriman pekerja migran Indonesia (PMI) ke negara tujuan Malaysia.

"Kami meminta kepada pemerintah pusat melalui Kemenaker untuk membuka pengiriman PMI ke Malaysia," kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pekerja Migran Indonesia (APPMI) Muazzim Akbar di Mataram, Sabtu.

Ia menjelaskan selama ini mayoritas atau 90 persen pengiriman PMI, khususnya asal NTB adalah Malaysia, sehingga dengan belum dibukanya pengiriman PMI ke negeri jiran tersebut berdampak pada ekonomi dan pengangguran di daerah.

"Kenapa kita minta segera karena keberadaan PMI ini memiliki kontribusi besar kepada daerah melalui remitansi. Belum kontribusinya kepada pengurangan pengangguran. Bayangkan 30-35 ribu jumlah PMI kita yang berkontribusi kepada negara. Tapi sejak kran ini ditutup banyak PMI kita akhirnya tidak jadi berangkat, sehingga ekonomi di daerah tidak berjalan," katanya.

Pihaknya sudah bersurat ke Kemenaker terkait permasalahan tersebut karena sebanyak 4.000 PMI dari Lombok yang sudah mendapat visa untuk bekerja dari Pemerintah Malaysia, namun karena aturan akibat COVID-19 tidak bisa berangkat.

"Makanya itu kami meminta kepada pemerintah pusat dan Pemprov NTB agar 4.000 orang ini bisa kerja. Terlebih perusahaan Malaysia sudah meminta PMI dari NTB, tapi yang ada pengiriman tidak diizinkan," katanya.

"Kami khawatir negara penempatan beralih mencari tenaga kerja dari negara lain dan inilah yang kita tidak inginkan, karena jika itu terjadi otomatis permintaan PMI kita berkurang, karena sudah diambil negara lain, akhirnya masyarakat dirugikan dan efeknya juga daerah," tambah Muazzim Akbar .

Sementara itu, Sekretaris APPMI Tamam mengakui dari 4.000 PMI yang siap berangkat dibutuhkan pada pengelolaan kelapa sawit dan itu sektor yang tidak berdampak. Bahkan, informasi Malaysia sudah hampir 4 juta ringgit per hari atau Rp12 miliar per hari kerugian karena kekurangan tenaga kerja, khususnya kelapa sawit yang tidak dipanen.

Ia menegaskan bahwa permintaan PMI asal NTB bukan atas dasar kepentingan APPMI melainkan masyarakat yang ingin bekerja ke luar negeri, khususnya Malaysia agar bisa menghidupi keluarganya.

"Kalau masalahnya COVID-19, 'user' negara penempatan sudah menyiapkan prokes COVID-19 secara ketat. Kami pun juga demikian mereka yang akan berangkat sudah melalui rangkaian tes termasuk mematuhi prokes," katanya.

Kemenaker mengeluarkan Keputusan Menaker nomor 151 tahun 2020, tentang Penghentian Sementara Penempatan PMI. Kemudian Kemenaker membuka kembali PMI melalui keputusan nomor 294 tahun 2020 yang telah ditandatangani 29 Juli 2020. Hal ini dilakukan dalam rangka pemulihan ekonomi nasional (PEN).

Terdapat 14 negara yang jadi dibuka Kemenaker untuk PMI bekerja, namun tanpa Malaysia.

Adapun ke-14 negara dan wilayah itu meliputi Aljazair, Australia, Hong Kong, Korsel, Kuwait, Maladewa, Nigeria, Uni Emirat Arab, Polandia, Qatar, Taiwan, Turki, Zambia, dan Zimbabwe.

Baca juga: Semester I-2021, Pekerja migran NTB sumbang devisa Rp144 miliar

Baca juga: Ratusan pekerja migran dari Malaysia tiba di NTB

Baca juga: Pemulangan 40 PMI asal NTB dari Malaysia terindikasi korban TPPO

Baca juga: 13.541 pekerja migran Indonesia asal NTB kembali ke kampung halaman



 

Pewarta: Nur Imansyah
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2021