PPKM berlanjut, kasus aktif menurun

8 Agustus 2021 20:09 WIB
PPKM berlanjut, kasus aktif menurun
Petugas memeriksa Surat Tanda Registrasi Pekerja (STRP) milik calon penumpang KRL Commuterline saat masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 di Stasiun Pasar Senen, Jakarta, Selasa (3/8/2021). Meski menurut Gubernur Anies Baswedan kasus aktif harian COVID-19 di Jakarta menurun hampir 100 ribu orang dalam dua pekan terakhir, pemerintah masih memperpanjang PPKM Level 4 hingga 9 Agustus 2021 di Ibukota. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/wsj.
Presiden Joko Widodo mengumumkan perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 4 untuk periode 3-9 Agustus 2021.

Sejumlah kalangan menilai keputusan perpanjangan PPKM sudah tepat, meski kasus aktif mengalami tren penurunan.

Berdasarkan data Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 yang dirangkum ANTARA selama sepekan, kasus aktif pada Senin (2/8) tercatat 523.164 kasus.

Pada Selasa kasus aktif tercatat sebanyak 524.142 kasus (3/8), pada hari berikutnya (Rabu, 4/8) kasus aktif mengalami penurunan menjadi sebanyak 524.011 kasus, kembali menurun menjadi 518.310 kasus pada Kamis (5/8).

Pada Jumat (6/8), kasus aktif kembali mengalami penurunan menjadi 507.129 kasus, kemudian sebanyak 497.824 kasus pada Sabtu (7/8), dan pada hari ini (Ahad, 8/8) turun menjadi 474.233 kasus.

Ketua Tim Pakar Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito menyampaikan penurunan jumlah kasus aktif ini menunjukkan bahwa kesembuhan pasien bertambah lebih banyak daripada kasus positif baru.

"Tentunya ini tidak akan terwujud tanpa pengorbanan dari para tenaga kesehatan yang setiap harinya melayani pasien COVID-19 dan memastikan pelayanan terbaik diberikan kepada seluruh pasien," ujarnya.

Wiku juga mengapresiasi kerja sama yang baik antara seluruh unsur pemerintah daerah dalam berkoordinasi menangani secara dini COVID-19 melalui pengawasan pasien isolasi mandiri serta pengawasan dan penindakan tegas pada pelanggar protokol kesehatan.

Baca juga: GAMKI minta perpanjangan PPKM harus percepatan penanganan COVID-19

Kolaborasi

Wiku berpesan agar penurunan kasus aktif tersebut harus terus dipertahankan.

"Maka perlu upaya kolektif seluruh daerah dalam menangani pasien COVID-19 di wilayahnya agar segera sembuh dan perlu diingat kematian juga dapat mengurangi kasus aktif. Namun, bukan itu yang ingin kita capai, penurunan kasus aktif harus diupayakan tercapai karena kesembuhan yang tinggi," katanya.

Menurut Wiku, kebijakan pemerintah dalam penanganan pandemi COVID-19 bertumpu pada tiga pilar utama, yaitu protokol kesehatan 3M (memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak), upaya 3T (testing, tracing dan treatment) dan vaksinasi.

Lalu, jumlah kasus aktif, persentase keterisian tempat tidur isolasi atau bed occupancy rate (BOR) di sejumlah daerah juga mengalami tren penurunan.

"Saya sangat apresiasi capaian ini karena artinya, pemerintah daerah menekan beban berat tenaga kesehatan yang bertugas di rumah sakit selama beberapa pekan terakhir," kata Wiku.

Dia mengatakan penurunan BOR nyata terlihat pada situasi di Wisma Atlet Jakarta yang saat ini persentase huniannya ada di angka 31,34 persen.

"Jika dilihat pada perkembangan di tingkat provinsi, penurunan kasus aktif dan bor secara bersamaan terjadi di 14 provinsi," katanya.

Provinsi yang dimaksud adalah Lampung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Kalimantan Barat, Sulawesi Tenggara, Maluku, Maluku Utara dan Papua Barat.

Beberapa provinsi juga mencatatkan penurunan BOR cukup signifikan seperti Provinsi DKI Jakarta yang mengalami penurunan sebesar 21,55 persen dan provinsi Banten yang turun sebesar 20,57 persen dalam sepekan terakhir.

"Hal ini menunjukkan walaupun varian Delta ini sangat mudah menular, namun daya lawan seluruh pemerintah dan masyarakat dengan berkolaborasi, nyatanya efektif dalam menghadapinya," katanya.

Baca juga: Jangan buka masker walau hanya semenit demi foto bersama

Persediaan vaksin

Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan RI Siti Nadia Tarmizi mengemukakan stok vaksin yang tersedia saat ini di fasilitas pemerintah pusat mencukupi untuk memenuhi permintaan daerah.

"Kita punya stok cukup vaksin. Tapi harus dipahami bahwa vaksin itu tidak bisa sekaligus vaksinasi semua sasarannya, karena dosis vaksin juga datang bertahap," kata Siti Nadia Tarmizi.

Berdasarkan laporan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), total kedatangan vaksin di Indonesia, hingga Selasa (3/8), berjumlah 179,4 juta dosis, terdiri atas 144,7 juta dosis berbentuk bahan baku dan 34,7 juta dosis dalam bentuk vaksin jadi.

Sedangkan total vaksin yang jadi produksi PT Bio Farma berjumlah 152 juta dosis. Sebanyak 117,3 juta berupa bahan baku dan 34,7 juta berupa vaksin jadi. Bahan baku vaksin tersebut berjenis Sinovac, AstraZeneca, Sinopharm dan Moderna.

Direktorat Jenderal (Ditjen) Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes melaporkan hingga Senin (2/8), vaksin yang telah didistribusikan menuju 34 provinsi berjumlah 90.988.817 dosis. Sebanyak 68.641.750 dosis di antaranya telah digunakan.

Menurut Nadia, Indonesia tidak ada masalah dengan stok vaksin. Tapi, masyarakat harus paham bahwa vaksin didistribusikan secara bertahap.

Kekosongan vaksin di beberapa daerah, kata Nadia, penyebabnya karena data stok vaksin tidak diperbarui, sehingga Kemenkes melihat stok vaksin di daerah masih aman.

Menurut Nadia, masalah ini sudah diperbaiki. Jutaan dosis vaksin sudah dan akan didistribusikan ke daerah.

"Kami sudah mendistribusikan pada pekan ketiga itu 3 juta untuk vaksin dosis kedua dan yang pekan keempat ini ada sekitar 6 juta. Nanti kami akan kirim lagi sekitar 6 juta," katanya.

Baca juga: Penerima vaksin lengkap capai 23,7 juta warga Indonesia

Dua kali lipat

Nadia mengatakan antusiasme masyarakat yang tinggi untuk mengikuti vaksinasi juga mempengaruhi persediaan vaksin di Tanah Air. Apalagi, sekarang usia sasaran vaksinasi semakin luas.

"Sekarang ini vaksinasi tidak ada batasan khusus, artinya siapapun, usia di atas 12 tahun bisa divaksinasi. Jadi tentu harus cermat mengatur kuota vaksinnya," ujarnya.

Nadia meminta masyarakat tidak perlu khawatir jika tidak divaksinasi dosis kedua tepat di tanggal yang sudah ditetapkan juru vaksin. Masih ada waktu sampai 28 hari setelah dosis pertama disuntikkan.

Pemerintah juga memperluas kerja sama dengan swasta untuk menjangkau lebih banyak masyarakat yang divaksinasi.

"Potensi swasta ini akan sangat banyak, bagaimana semakin banyak sentra-sentra vaksinasi yang kita buka," ujarnya.

Kemenkes juga berupaya menambah tenaga vaksinasi mengingat Indonesia akan menerima sangat banyak dosis vaksin pada Oktober 2021.

"Oktober itu kemungkinan dua kali lipat dari yang saat ini kita terima. Tentunya kita harus segera menyuntikkan kepada masyarakat. Jadi memang harus segera diperluas (akses vaksin)," katanya.

Perlu diingat bahwa penting bagi masyarakat untuk semakin disiplin menerapkan protokol kesehatan meski sudah divaksinasi secara lengkap, dengan begitu diharapkan Indonesia terus mengalami tren penurunan kasus dan wabah bisa segera dikendalikan.*

Baca juga: 96 persen warga Jakarta telah divaksin dosis pertama

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021