Kita lihat akhir-akhir ini perusahaan-perusahaan layanan keuangan pun termasuk aplikator pembiayaan, tidak lagi memerlukan pertemuan tatap muka
Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia Forum Komunikasi Daerah (APPI FKD) Batam, Achmad Madani Derry, mengenalkan lima pilar yang akan menyokong industri keuangan 4.0, khususnya untuk memperkuat kemampuan layanan digital sehingga semakin memudahkan masyarakat mengakses layanan terkait keuangan.
“Pilar yang pertama yang menjadi masa depan industri keuangan 4.0 ini adalah Artficial Intelligence. Dengan diterapkannya kecerdasan buatan pada layanan keuangan, hal-hal yang sebelumnya harus dilakukan manusia dan membuat proses layanan keuangan jadi lama, kini menjadi lebih cepat. Misalnya seperti cara mengecek status karyawan atau history bank checkin. Dengan kecerdasan ini tentu proses verifikasi menjadi lebih cepat selesai sehingga orang lebih cepat dapat layanan keuangannya,” kata Derry dalam sebuah webinar, Selasa.
Sebagai pilar kedua, setelah memiliki kecerdasan buatan tentunya, penyedia layanan jasa keuangan pun harus memiliki bank data yang cukup besar atau dikenal juga dengan big data.
Baca juga: Indonesia peringkat tiga untuk instalasi aplikasi keuangan digital
Dengan memanfaatkan data-data yang ada dengan keragaman yang bervariasi dan berasal dari seluruh Indonesia, sistem layanan keuangan tentu akan semakin cepat karena jika semakin banyak data yang terintegrasi proses yang tadinya butuh waktu berminggu-minggu atau berbulan-bulan bisa diringkas menjadi hitungan hari.
“Pilar ketiga adalah biometric recognition. Dengan adanya biometric recognition masalah keamanan akan menjadi lebih terjamin. Jika pada layanan keuangan sebelum ada pengenalan biometrik kerap kali layanan keuangan digital bisa dibobol karena hanya berbasis PIN atau kata sandi yang bisa ditebak, namun saat ini dengan sistem pengenalan biometrik pada layanan keuangan seperti penggunaan sidik jari atau retina mata tentunya keamanan data nasabah lebih terlindungi mengingat biometrik tidak bisa ditiru,” kata Derry.
Untuk pilar yang keempat, menurut Derry adalah virtual reality. Virtual reality ini sangat memudahkan penyedia layanan keuangan untuk tetap bisa melayani konsumen atau nasabahnya tanpa bertatap muka seperti di masa pandemi saat ini.
Dengan menggunakan ruang virtual, masyarakat juga bisa merasa lebih aman dan lebih mudah untuk mengajukan permintaan layanan keuangan digital tanpa harus bertatap fisik.
Baca juga: Tips lindungi data pribadi saat gunakan jasa keuangan digital
“Kita lihat akhir-akhir ini perusahaan-perusahaan layanan keuangan pun termasuk aplikator pembiayaan, tidak lagi memerlukan pertemuan tatap muka dengan kliennya, jadi interaksi langsung benar-benar dikurangi dengan teknologi ini,” katanya.
Terakhir, Derry menyebutkan pilar kelima adalah cloud computing (komputasi awan). Dengan penyimpanan di ruang digital yang tidak memakan tempat seperti teknologi di era- era sebelumnya, tentu layanan keuangan digital akan lebih mudah berkembang.
Cloud computing menjadi salah satu keunggulan perusahaan-perusahaan rintisan di sektor keuangan digital yang saat ini mulai digandrungi masyarakat karena akses layanan yang cepat dibandingkan dengan proses pembiayaan dengan cara tradisional.
Selain menguntungkan masyarakat, cloud computing juga memudahkan penyedia jasa keuangan digital untuk bisa bekerja dari mana saja dan di mana saja tanpa terpatok harus pergi ke kantor. Selain itu, ketika terjadi masalah yang urgensi, maka hal itu bisa langsung ditangani.
Baca juga: Pemerintah gandeng asosiasi fintech genjot ekonomi digital nasional
“Masyarakat Indonesia khususnya generasi muda ini harus siap ya untuk bisa memenuhi kebutuhan talenta di kelima pilar ini. Sementara dari para penyedia layanan keuangan diharapkan dengan memenuhi lima pilar ini semakin banyak layanan keuangan yang bisa diakses secara digital dan tentunya menjadi inklusi keuangan di Indonesia semakin baik,”tutupnya.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat ini inklusi keuangan di Indonesia baru mencapai 76 persen masih jauh dari perolehan negara ASEAN lainnya seperti Singapura yang mencapai 98 persen dan Malaysia yang mencapai 85 persen.
OJK dan para pengembang aplikasi teknologi finansial termasuk aplikasi pembiayaan turut mendorong semakin banyak penyedia layanan keuangan digital yang muncul sehingga tingkat inklusi keuangan di Indonesia bisa meningkat dan menyeluruh memenuhi kebutuhan masyarakat lebih optimal.
Baca juga: Literasi perlu digencarkan untuk masyarakat pahami keuangan digital
Baca juga: OVO jadi platform pembayaran digital paling banyak digunakan kaum ibu
Baca juga: Adopsi teknologi cloud untuk fintech perlu dibarengi manajemen risiko
Pewarta: Livia Kristianti
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2021