• Beranda
  • Berita
  • Kemenkes: Pekerja migran masuk kelompok rentan tertular TBC

Kemenkes: Pekerja migran masuk kelompok rentan tertular TBC

10 Agustus 2021 20:01 WIB
Kemenkes: Pekerja migran masuk kelompok rentan tertular TBC
Data sebaran Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang dilaporkan Kementerian Kesehatan per tahun 2020. (ANTARA/HO-Kemenkes).

Kementerian Kesehatan sedang merumuskan model penanggulangan TBC yang efektif pada kelompok pekerja migran Indonesia.

Pekerja Migran Indonesia (PMI) termasuk dalam populasi rentan tertular Tuberkulosis (TBC) sebagai salah satu penyakit yang memicu kematian tertinggi di dunia, kata seorang pejabat di Kementerian Kesehatan RI.

"Penanganan perlindungan bagi pekerja migran perlu dimulai dari tahap persiapan berangkat, saat berada di lokasi kerja, saat karantina hingga ketika kembali lagi ke tanah air karena berkaitan dengan risiko penyakit menular, salah satunya TBC," kata Direktur Kesehatan Kerja dan Olahraga Kementerian Kesehatan Riskiyana melalui rilis yang diterima di Jakarta, Selasa.

Yang termasuk dalam kategori PMI, kata Riskiyana, adalah warga negara Indonesia yang akan, sedang, atau telah melakukan pekerjaan dengan menerima upah di luar wilayah Republik Indonesia.

PMI memiliki masalah kesehatan yang berbeda dibandingkan pekerja pada populasi umum, termasuk risiko terkena TBC.

Baca juga: Anak usia sekolah termasuk kelompok yang berisiko tinggi tertular TBC

Baca juga: 3.000 kasus TBC di Aceh sudah ditangani hingga pertengahan 2021


Pada 2020, kata Riskiyana, Indonesia menempati urutan kedua sebagai negara dengan jumlah kasus TBC tertinggi di dunia, yaitu 845 ribu kasus dengan 96 ribu kematian akibat TBC per tahun. Penyakit tersebut merupakan satu dari sepuluh penyebab kematian tertinggi di dunia.

Terdapat tiga faktor yang menurut Riskiyana menyebabkan PMI lebih rentan terkena TBC, yakni faktor individu di mana banyak PMI yang ditempatkan tinggal di pemukiman padat penduduk yang melebihi kapasitas, rendahnya status sosial dan ekonomi, serta kondisi kekurangan gizi/malnutrisi di daerah asal.

Faktor berikutnya adalah hambatan sosial terkait bahasa, budaya, hak azasi manusia, status imigrasi serta layanan kesehatan yang tidak ramah terhadap PMI.

Faktor terakhir, kata Riskiyana adalah stigma yang berkaitan dengan beban ekonomi dari penyakit, kondisi keuangan PMI yang kurang memadai dan apabila PMI sakit, maka akan menurunkan produktivitas dan berisiko kehilangan pekerjaan.

Ia mengatakan penemuan kasus TBC pada PMI masih mengalami hambatan, di antaranya pelayanan promotif dan preventif terkait TBC yang belum memenuhi standar, tidak semua pasien TBC di populasi PMI yang mengakses layanan pengobatan terstandar, hingga mekanisme pancatatan pelaporan kasus TBC pada PMI yang terintegrasi dengan program TBC nasional.

Berdasarkan data Kemenkes pada 2020, Indonesia memiliki provinsi dengan penempatan PMI tertinggi, yaitu Kabupaten Indramayu (Jawa Barat) sebanyak 10.060 orang, Kabupaten Malang (Jawa Timur) 5.600 orang, Kabupaten Cilacap (Jawa Tengah) 5.174 orang, Kabupaten Lampung Timur (Lampung) 3.731 orang, dan Kabupaten Lombok Timur (NTB) 3.019 orang.

Berdasarkan data BPS, kata Riskiyana, proporsi PMI di Kabupaten Indramayu mencapai 1,2 persen dari total seluruh angkatan pekerja.

"Di tahun yang sama, total PMI yang ditempatkan berjumlah 113.173 orang, terdiri atas 36.784 orang PMI formal dan 76.389 orang PMI informal," katanya.

Berdasarkan data Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), jumlah PMI bermasalah yang meninggal pada 2018 sebanyak 155 jiwa dan yang sakit 176 orang.

Riskiyana mengatakan upaya ini tidak bisa diselesaikan oleh sektor kesehatan, namun juga sektor lain seperti ketenagakerjaan yang berkaitan dengan pekerja migran.

"Kementerian Kesehatan sedang merumuskan model penanggulangan TBC yang efektif pada kelompok pekerja migran Indonesia dengan melakukan analisa situasi menyeluruh terkait situasi dan kondisi di lapangan," katanya.*

Baca juga: Mengenal TBC resisten obat dan kendala penanganan

Baca juga: Deteksi dini TBC, adakah tes rapid untuk tuberkolusis?

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021