Sekarang yang harus disiapkan adalah sistem dan target penerimaan pajak yang jelas
Ekonom Bhima Yudhistira mengatakan tarif Pajak Penghasilan (PPh) di atas Rp5 miliar per tahun perlu naik menjadi 40 sampai 45 persen untuk mencapai target penerimaan pajak dalam RUU APBN 2022 yang ditargetkan sebesar Rp1.506,9 triliun.
Ia mengatakan pemerintah mesti berhati-hati meningkatkan target penerimaan pajak pada 2022 karena bisa menggerus daya beli masyarakat sehingga berpengaruh terhadap konsumsi dan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan berkisar 5-5,5 persen.
“Sekarang yang harus disiapkan adalah sistem dan target penerimaan pajak yang jelas. Kelompok penghasilan paling atas atau di atas Rp5 miliar perlu penambahan tarif pajak menjadi 40-45 persen,” kata Bhima yang menjabat sebagai Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) kepada Antara di Jakarta, Senin.
Dalam RUU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP), pemerintah berencana meningkatkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) orang dengan penghasilan di atas Rp5 miliar per tahun. Hanya saja, pemerintah mengusulkan kenaikan tarifnya hanya menjadi 35 persen dari 30 persen.
Selain meningkatkan tarif pajak orang kaya, menurut Bhima, pemerintah juga perlu memberlakukan pajak karbon untuk menurunkan emisi industri dan pertambangan, sekaligus meningkatkan penerimaan pajak. Kemudian, celah penghindaran pajak juga harus ditutup.
“SDM (Sumber Daya Manusia) dan sistem perpajakannya harus disiapkan dengan matang, karena itu kunci keberhasilan implementasi pajak,” imbuh Bhima.
Ia menyarankan pemerintah tidak mengubah tarif pajak untuk bahan makanan, layanan kesehatan, dan pendidikan. Peningkatan tarif untuk ketiga objek tersebut bisa menurunkan konsumsi kelas menengah.
Sementara itu,pengamat pajak DDTC Bawono Kristiaji menilai target penerimaan perpajakan tahun 2022 yang tumbuh 4,3 persen dibandingkan target dalam APBN 2021 relatif moderat dan tidak mustahil untuk dicapai.
Penerimaan perpajakan pada 2022 mendatang, menurutnya, akan dipengaruhi oleh pemulihan ekonomi seiring dengan pengendalian COVID-19, dan reformasi perpajakan yang tertuang dalam RUU KUP.
“Namun demikian, adanya risiko terjadinya shortfall di tahun ini sepertinya akan membuat target 2022 akan menjadi lebih menantang. Terutama dengan adanya kondisi pandemi yang belum sepenuhnya bisa teratasi sehingga membuat aktivitas ekonomi tidak terlalu menggembirakan, kata Bawono kepada Antara di Jakarta, Senin.
Sebelumnya, Presiden Jokowi membacakan RUU APBN 2022 yang menargetkan penerimaan pajak sebesar Rp1.506,9 triliun atau naik 4,3 persen dibandingkan target dalam APBN 2021 yang sebesar Rp1.444,5 triliun.
Baca juga: CORE: Penerimaan pajak 2022 akan dipengaruhi penanganan COVID-19
Baca juga: Sri Mulyani proyeksikan pendapatan negara 2021 capai Rp1.760,7 triliun
Baca juga: DPR ingin sektor perpajakan lebih inovatif genjot pendapatan
Pewarta: Sanya Dinda Susanti
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021