menurunkan 50 persen emisi nasional di tahun 2030 dan mencapai 'net zero emission' di 2050.
Sejumlah anak muda dari 13 universitas di Indonesia yang menyebut sebagai Generasi Emas 2045 menyampaikan pernyataan sikap yang mendesak penetapan target net zero emissions yang lebih ambius guna mengatasi krisis iklim.
Salah satu perwakilan Generasi Emas 2045 tersebut yang juga aktivis iklim Gen-Z TikTok Emma Betty Sukerta dalam konferensi pers di Jakarta, Senin, mengatakan ketika membahas perubahan iklim, dirinya tidak percaya masyarakat Indonesia dapat sepenuhnya memahami gravitasi dari bahaya perubahan iklim, tidak hanya untuk masa depan, tetapi juga saat ini.
Namun demikian, Emma yang juga Co-Founder Mari Kita Bahas itu mengatakan perlu ada kerja sama dengan media dan pers Indonesia untuk meliput masalah iklim dan bahaya nyata dari perubahan iklim, untuk menginformasikan pada masyarakat dan segala upaya serta keputusan yang dapat dibuat sebagai individu untuk mengurangi kontribusi mereka terhadap perubahan iklim.
Baca juga: Generasi Z perlu cermat lihat agenda politisi pada isu iklim
Adapun pernyataan sikap yang dibacakan sejumlah anak muda dari 13 universitas tersebut antara lain, pertama, mengimbau bangsa Indonesia, dalam hal ini pemerintah dan rakyat Indonesia untuk mencegah ancaman perubahan iklim dan mengambil bagian penting dalam upaya global untuk menjaga kenaikan suhu Bumi hanya sekitar 1,5 derajat Celsius sesuai dengan Perjanjian Paris tahun 2015
Kedua, mengimbau pemerintah untuk menetapkan target baru yang berdasarkan data ilmiah dan selaras dengan langkah dunia, yaitu menurunkan 50 persen emisi nasional di tahun 2030 dan mencapai net zero emission di 2050.
Ketiga, mengimbau bahwa konsep net zero emission harus menjadi suatu jargon publik dan politik yang merakyat yang disuarakan secara kolektif dan konsisten.
Baca juga: Negara maju harus pimpin upaya batasi naiknya suhu 1,5 derajat Celsius
Mereka menyebut hal tersebut harga mati untuk menyelamatkan Generasi Emas 2045. Dan hal penting dalam mencapai net zero emission bukan hanya sekedar target angka penurunan tetapi juga jangka waktunya, di mana tahun 2070 atau 2060 sudah tidak lagi memadai mengingat jatah karbon untuk menjaga kenaikan suhu Bumi sebatas 1,5 derajat Celsius diperkirakan hanya bertahan sampai 2050.
Sementara itu, menanggapi pertanyaan bagaimana dapat melakukan transisi energi saat kontrak kerja sama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dilakukan dalam jangka panjang, Ketua Foreign Policy Community of Indonesia Dr Dino Patti Djalal mengatakan, Indonesia memerlukan tindakan berani seperti Korea yang sudah menghentikan pinjaman untuk proyek batu bara.
Baca juga: "Generasi Terakhir" ingatkan peran Muslim menjaga alam dari krisis
Menurut dia, butuh kemauan politik yang kuat dan berani, mengingat industri batu bara besar, kuat, dan terhubung secara politik. Harus ada pertukaran, apakah ingin masa depan iklim yang nyaman atau berbahaya.
Insentif untuk peralihan sumber energi juga masih sangat kurang. Ia mengatakan dalam perbincangannya dengan rekan-rekan di industri batu bara, mereka sudah menyadari perubahan iklim dan mau menjadi bagian dari perubahan.
Baca juga: Mitigasi krisis iklim akan efektif dengan skema "net zero emission"
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2021