Pratama Persadha mengemukakan hal itu melalui pesan WhatsApp kepada ANTARA di Semarang, Selasa, mengacu pada data tahun 2020 yang menyebutkan nilai transaksi perdagangan digital Indonesia mencapai lebih dari Rp253 triliun.
"Kami perkirakan akan meningkat menjadi Rp330,7 triliun pada tahun 2021, seperti disebut Presiden RI Joko Widodo dalam Sidang Tahunan MPR RI," kata Pratama yang pernah sebagai Wakil Ketua Tim Lemsaneg (sekarang BSSN) Pengamanan Pesawat Kepresidenan RI.
Baca juga: Serangan siber meluas ke industri otomatisasi
Sebelumnya, Presiden Jokowi saat berpidato pada Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI Tahun 2021 di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin (16/8), menyampaikan bahwa Indonesia harus bergeser dari ekonomi berbasis komoditas menuju ekonomi berbasis inovasi dan teknologi.
Presiden juga meminta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menjadi otak pemulihan ekonomi nasional.
Pratama yang juga pakar keamanan siber mengutarakan bahwa pada situasi pandemi saat ini pemulihan ekonomi lewat inovasi teknologi tidak bisa hanya bergantung pada BPPT. Lembaga negara maupun swasta lainnya harus didorong turut membantu inovasi teknologi serta riset.
Selain BPPT, kata Pratama, ada juga Badan Pusat Statistik (BPS) yang bertugas melakukan riset untuk menyediakan berbagai data. Misalnya, mengenai perkiraan apa saja dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia, baik saat ini maupun beberapa tahun mendatang.
Baca juga: Pakar sebut industri siber nasional bantu lompatan besar ekonomi
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), lanjut dia, juga bisa membantu meningkatkan kerja sama riset global dan salah satu fokusnya pada ekonomi digital.
Dengan inovasi dan riset, Pratama berharap agar berbagai kebutuhan masyarakat makin terjangkau karena dipenuhi pasar dalam negeri. Kasus biaya polymerase chain reaction (PCR), misalnya, di Indonesia masih mahal karena memang sebagian besar masih impor.
Oleh karena itu, kata dia, kolaborasi kampus dan industri dalam negeri, baik BUMN maupun swasta menjadi sangat penting. Banyak inovasi brilian dari mahasiswa maupun dosen di kampus yang produknya perlu didorong agar bisa ke level mass production (produksi massal).
"Industri bisa berkolaborasi dengan kampus dengan membiayai riset dan beasiswa, kemudian hasil produknya bisa dibuat mass production. Pada akhirnya akan bisa memenuhi kebutuhan masyarakat di dalam negeri," kata pria asal Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah ini.
Baca juga: Wamenhan: Industri strategis perlu kembangkan pertahanan siber
Pewarta: D.Dj. Kliwantoro
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021