Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim mengingatkan bahwa rencana zonasi wilayah pesisir di berbagai daerah harus dapat menampung masukan dari masyarakat hukum adat yang ada di daerah tersebut."Integrasikan pengakuan politik atas MHA (Masyarakat Hukum Adat) itu ke dalam peraturan rencana zonasi.
"Integrasikan pengakuan politik atas MHA (Masyarakat Hukum Adat) itu ke dalam peraturan rencana zonasi," kata Abdul Halim ketika dihubungi di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, sampai sekarang masih ada pemda yang enggan memasukkan masyarakat adat ke rencana zonasi pesisir mereka karena umumnya ada kepentingan ekonomi politik jangka pendek yang sedang ditunaikan.
Baca juga: AMAN ingin ada komnas yang urusi masyarakat adat satu pintu
Ia berpendapat bahwa seharusnya pemda lebih mengutamakan kolaborasi dengan masyarakat adat sebab dengan cara itulah, sumber daya alam (SDA) bisa memberikan manfaat dan maslahat kepada warga di sekitarnya
"Perlu disadari bahwa investasi tidak melulu berupa materi dan mesti datang dari luar wilayah tersebut.Investasi bisa berbentuk semangat gotong-royong untuk memanfaatkan potensi SDA yang tersedia," katanya.
Dalam konteks itu, lanjutnya, pemerintah perlu bertindak sebagai fasilitator sebab sejahteranya rakyat adalah mandat yang diemban oleh pemerintah, mulai tingkat desa hingga pusat.
Selama lima tahun ini, Ditjen Pengelolaan Ruang Laut KKP telah menginventarisir sejumlah 32 komunitas di lima provinsi yang teridentifikasi sebagai MHA, 22 komunitas di antaranya telah ditetapkan melalui 18 peraturan/surat keputusan bupati/wali kota.
Baca juga: Mendes PDTT sebut belum ada pengakuan resmi untuk desa adat
Selain itu, dalam rangka penguatan dan pemberdayaan MHA, KKP juga telah menyalurkan 45 paket bantuan pemerintah untuk 21 komunitas MHA, 2 di antaranya juga sudah menerima program peningkatan kapasitas di bidang perikanan dan wisata bahari.
"KKP terus berkomitmen dan melanjutkan program perlindungan dan penguatan MHA, guna mencapai MHA di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang kuat, sejahtera, dan mandiri," ucap Plt. Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP Pamuji Lestari.
Mengenai pengelolaan ruang laut oleh MHA, Pamuji Lestari juga menegaskan hal tersebut tidak hanya dilakukan melalui kontrak sosial informal, tapi telah berada dalam tahap pengakuan dan penguatan secara tertulis.
Keberadaan dan pelibatan MHA di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara tegas telah tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan bahwa pengelolaan perikanan untuk kepentingan penangkapan ikan dan pembudidayaan ikan harus mempertimbangkan hukum adat dan/atau kearifan lokal serta memperhatikan peran serta masyarakat.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2021