Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memastikan dampak perubahan kebijakan alias tapering Bank Sentral AS, The Fed yang kemungkinan terjadi pada awal tahun 2022 tak akan sebesar krisis taper tantrum pada tahun 2013.Rencana tapering Fed itu jelas dan sering dikemukakan. Dengan demikian pasar juga semakin memahami pola kerjanya
"Saya perlu tegaskan dampaknya terhadap global maupun emerging market, terhadap Indonesia khususnya tidak akan sebesar saat itu," tegas Perry dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan Bulan Agustus 2021 di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, setidaknya terdapat tiga alasan yang mendasari keyakinan tersebut.
Pertama, komunikasi Fed yang semakin ke sini semakin jelas mengenai kerangka kerja, alur kebijakan, perkiraan ekonomi ke depan, inflasi dan pengangguran.
"Rencana tapering Fed itu jelas dan sering dikemukakan. Dengan demikian pasar juga semakin memahami pola kerjanya," ujar Perry.
Kedua, ia menjelaskan bahwa BI sudah memiliki kebijakan yang cukup kuat dalam mengantisipasi tapering Fed, yakni melalui triple intervention dan koordinasi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam mengelola imbal hasil atau yield Surat Berharga Negara (SBN) tetap menarik bagi investor asing.
Kebijakan mengantisipasi tapering Fed tersebut, ditekankan Perry, sudah dilakukan sejak Februari 2021 saat yield obligasi AS sempat meningkat tajam.
Ketiga, tingginya cadangan devisa Indonesia pada akhir Juli 2021 yakni mencapai 137,3 miliar dolar AS, setara dengan pembiayaan 8,9 bulan impor atau 8,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.
"Posisi tersebut jauh lebih dari cukup untuk kami tetap melakukan stabilisasi," ucap Perry.
Baca juga: BI: cadangan devisa akhir Juli tercatat 137,3 miliar dolar AS
Baca juga: Rupiah ditutup melemah, dipicu kemungkinan tapering Fed lebih cepat
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2021