Peneliti dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Aditya Alta menilai perlunya perbaikan skema bantuan atau subsidi kepada petani agar bisa meningkatkan produktivitas hasil pertanian yang berujung pada peningkatan kesejahteraan petani.tanaman pangan jenis jagung merupakan satu-satunya yang mengalami peningkatan produktivitas dari tahun ke tahun dikarenakan penggunaan bibit hibrida
Aditya dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, mengungkapkan hasil studi dari CIPS bahwa bantuan benih varietas unggul, skema bantuan atau subsidi yang lebih tepat, dan intervensi pada pembangunan sarana dan prasarana pertanian sangat signifikan dalam meningkatkan produktivitas hasil tani.
Baca juga: CIPS: Pengembangan industri bernilai tambah dukung pemulihan ekonomi
Aditya menjabarkan terdapat beberapa faktor yang berpengaruh signifikan terhadap peningkatan produktivitas pertanian, di antaranya penggunaan pupuk yang tepat, adanya sarana prasarana seperti irigasi di area persawahan, dan penggunaan benih varietas unggulan.
Dia mencontohkan tanaman pangan jenis jagung merupakan satu-satunya yang mengalami peningkatan produktivitas dari tahun ke tahun dikarenakan penggunaan bibit hibrida alih-alih menggunakan benih jagung lokal. Sementara produktivitas tanaman pangan lain seperti padi, kedelai, gandum dan lainnya cenderung stagnan sejak tahun 2014.
Baca juga: Investasi berpotensi tingkatkan daya saing sektor pertanian nasional
"Menurut penelitian terbaru CIPS tentang tanaman pangan dan hortikultura, beberapa tahun terakhir terjadi stagnasi produktivitas per hektar," katanya.
Oleh karena itu CIPS menyarankan agar intervensi pemerintah dalam pengembangan varietas unggul baru agar produktivitas pertanian bisa meningkat.
Selanjutnya skema subsidi pupuk yang setiap tahunnya dianggarkan hampir Rp30 triliun melalui penugasan pada PT Pupuk Indonesia juga terdapat beberapa kendala di lapangan.
Baca juga: Kredit Usaha Rakyat pada sektor pertanian perlu untuk ditingkatkan
"Program subsidi dan bantuan banyak memeiliki kelemahan menurut kami. Kelangkaan pupuk subsidi atau pupuk datang terlambat padahal sudah memasuki masa tanam," jelasnya.
Selain itu adanya disparitas harga yang terpaut jauh antara pupuk subsidi dan nonsubsidi menciptakan celah terjadinya penyelewengan bagi pihak-pihak yang mengambil keuntung. Di sisi lain, formulasi pupuk yang sama dari pupuk subsidi tidak optimal apabila diberikan pada seluruh petani di Indonesia dengan karakteristik lahan yang berbeda-beda tiap daerah.
Ditambah lagi, lanjut Aditya, kurangnya edukasi kepada petani dalam penggunaan pupuk sehingga dipakai secara tidak optimal dan berimbang pada lahan tanam. Hal itu bisa menyebabkan degradasi dan kerusakan unsur hara pada lahan tanam.
CIPS menyarankan agar skema bantuan pupuk diberikan dengan pembayaran langsung kepada petani untuk input pertanian. Hal itu diharapkan bisa menghilangkan disparitas harga pupuk di pasaran, akses pilihan jenis pupuk sesuai kondisi tanah masing-masing daerah, dan insentif pembelian sesuai kebutuhan optimal.
Di samping itu, intervensi dengan pembangunan sarana dan prasarana seperti irigasi juga akan berdampak besar pada produktivitas petani.
"Investasi pada infrastruktur pendukung seperti jalan, listrik, saluran irigasi, internet, dan akses ke pelabuhan," katanya.
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2021