"Ke depan RDT-Ag ini akan menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat, oleh karena itu, pemerintah perlu memerhatikan alat tes cepat antigen impor tersebut," kata Ketua PB SEMMI Bidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Muhar Syahdi Difinubun melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.
Kebijakan pemerintah yang terus mengimpor serta permasalahan pemberlakuan harga di tengah masyarakat bisa mengindikasikan ketidakseriusan dalam menangani pandemi COVID-19, kata dia.
PB SEMMI mendapati jumlah alat RDT-Ag impor lebih mendominasi produk dalam negeri sebagaimana yang diunggah di katalog elektronik nasional. Hal itu dapat diakses melalui Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
Baca juga: Pemerintah ajak masyarakat kawal harga tes PCR
"Itu cukup memberikan isyarat tentang ketidakseriusan dimaksud," ujar dia.
Oleh karena itu, PB SEMMI mempertanyakan urgensi kebijakan pemerintah mengenai impor tes cepat antigen RDT-Ag. Ia khawatir adanya permainan oleh pihak-pihak terkait yang sengaja memanfaatkan situasi pandemi COVID-19.
Apalagi, sambung dia, harga tes cepat antigen impor yang ditampilkan di LKPP berbeda dengan sejumlah "market place" atau pasar daring.
"Kami juga telah mempelajari beberapa ketentuan termasuk di antaranya kriteria produk RDT-Ag yang memiliki izin edar tersebut," ujarnya.
Baca juga: Puan: Tindak tegas faskes tidak patuhi aturan harga PCR
PB SEMMI menilai hal itu dapat menimbulkan citra yang kurang baik terhadap masyarakat di Indonesia, termasuk di mata internasional.
Apalagi, kasus korupsi dana bantuan sosial yang menyeret eks Menteri Sosial Juliari Batubara masih berkaitan langsung dengan penanganan pandemi COVID-19.
"Kami tidak berharap drama bantuan sosial kembali terulang di alat tes cepat antigen RDT-Ag impor. Oleh karena itu, PB SEMMI mendorong pemerintah menghadirkan rasa adil bagi masyarakat," harapnya.
Baca juga: Wagub DKI: Impor "reagen" sudah jadi pertimbangan penentuan harga PCR
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021