• Beranda
  • Berita
  • Penjualan barang antik di Pasar Triwindu Solo turun 90 persen

Penjualan barang antik di Pasar Triwindu Solo turun 90 persen

21 Agustus 2021 17:33 WIB
Penjualan barang antik di Pasar Triwindu Solo turun 90 persen
Seorang pedagang barang antik saat sedang memeriksa dagangannya di Pasar Triwindu Ngarsopura Solo, Jateng, Sabtu (21/8/2021) (ANTARA/Bambang Dwi Marwoto)

hanya melayani pembeli dari lokal. Sedangkan, wisatawan atau turis dari mancanegara sepi karena pariwisata masih ditutup

Sejumlah pedagang barang antik di Pasar Triwindu Ngarsopura Banjasari Solo, Jawa Tengah mengungkapkan selama masa pandemi COVID-19  transaksi jual beli mengalami penurunan hingga mencapai 90 persen.

"Perdagangan selama pandemi sejak 2020 hingga tahun ini, dampaknya sangat sepi pengunjung, sehingga transaksi diperkirakan rata-rata hanya sekitar 10 persen per bulan dari pembeli lokal saja," kata Sulardi (47) salah satu pedagang di Pasar Triwindu Solo, Sabtu.

Bahkan, tambahnya,  tokonya tutup selama tujuh bulan yakni April hingga November 2020 karena pandemi. Para pedagang barang antik setelah tutup kemudian kembali buka pada Juli 2021, tetapi waktunya dibatasi dan sepi pengunjung yang belanja barang antik.

"Perdagangan barang antik di Pasar Triwindu Ngarsopura Solo, masa pandemi penurunan mencapai 90 persen, karena tidak ada pengunjung yang datang berbelanja," katanya.

Menurut dia, sepinya pengunjung salah satunya karena pariwisata ditutup sehingga tidak ada wisatawan baik dari domestik maupun mancanegara yang masuk dan datang di Pasar Triwindu Solo.

"Selama PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) sejak Juli 2021 buka tetapi dibatasi waktunya, sehingga hanya melayani pembeli dari lokal. Sedangkan, wisatawan atau turis dari mancanegara sepi karena pariwisata masih ditutup," kata Sulardi yang berdagang barang antik di Pasar Triwindu Solo, sejak 1992 itu.

Sebelum pandemi, menurut dia, banyak turis dari mancanegara yang datang ke pasar Triwindu, mencari cenderamata. Bahkan, ada yang mencari barang antik lampu peninggalan zaman Belanda yang harganya mulai Rp650 ribu per buah hingga Rp5 juta per buah tergantung ukurannya.

Lampu hias antik tersebut diproduksi asal Kabupaten Klaten dan piring peninggalan zaman Jepang bisa dijual mencapai Rp1 juta hingga Rp5 juta tergantung keantikan dan ukurannya. Namun, selama pandemi pariwisata tutup sehingga tidak ada wisatawan.

Kendati demikian, pihaknya berharap masa pandemi COVID-19 segera selesai dan perekonomian mulai menggeliat lagi semuanya bisa normal kembali. "Kami menunggu dari pemerintah dan mudah-mudahan pandemi sudah berlalu dan eksis lagi, semangat lagi bertemu dengan berbagai relasi baik dari Cirebon, Surabaya, Jawa Barat, dan Bali semua belum bisa masuk ke Solo," katanya.

Hal tersebut juga dirasakan pedagang Pasar Triwindu lainnya, Nyonya Fausan, yang sudah menutup toko barang antik di pasat Triwindu Solo selama tujuh bulan karena pandemi COVID-19.

Ny Fausan yang berdagang barang antik di Pasar Triwindu sejak 1975 hingga sekarang mengatakan dampak pandemi perdagangan barang antik turun mencapai 80 persen lebih atau mencapai 90 persen.

"Kami mulai buka Juli ini, tetapi belum ada pembeli dampak pandemi turunnya hingga 90 persen. Jika ada pembeli hanya warga dari lokal saja. Dampak pariwisata ditutup sangat dirasakan para pedagang barang antik di Pasar Triwindu, sehingga tidak ada wisatawan yang mampir ke sini," katanya.

Menurut dia, barang antik yang dijual antara lain lampu hias peninggalan zaman penjajahan Belanda, piring zaman Jepang, uang kuno, dan sejumlah barang aksesoris lainnya. Bahkan, sebelum pandemi banyak menerima pesanan berupa batu mulia berlian dari pelanggannya asal Pulau Jawa dan luar Jawa hingga puluhan juta rupiah. 


Baca juga: Tingkat kunjungan Taman Balekambang mulai meningkat

Baca juga: Wisata malam di Kota Solo akan dikembangkan, dimulai dengan kuliner

Baca juga: PNRI berharap Lokananta jadi destinasi wisata baru Kota Solo

Pewarta: Bambang Dwi Marwoto
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2021