Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Arif Satria mengatakan pandemi COVID-19 memunculkan model ekonomi baru yakni bioekonomi normal baru (new normal bioeconomy) yang mengolah keanekaragaman hayati untuk lebih bermanfaat dan berkelanjutan.penting untuk terus menumbuhkan inovasi-inovasi dalam biodiversitas
"Pada saat new normal (normal baru) ini diperlukan upaya-upaya untuk terus bisa menumbuhkan keanekaragaman hayati, penting untuk terus menumbuhkan inovasi-inovasi dalam biodiversitas karena sekarang orang sudah mulai sadar pentingnya mengkonsumsi makanan-makanan sehat, segar, makanan-makanan yang bergizi yang berbasis pada keanekaragaman hayati," kata Arif saat menyampaikan kuliah ilmiah Sarwono Prawirohardjo Memorial Lecture XXI dengan tema Biodiversitas untuk Bioekonomi bagi Kemandirian Bangsa di Jakarta, Senin.
Arif menuturkan bioekonomi di normal baru itu berbasis ekonomi sirkular, ekonomi hijau, ekonomi biru, ekonomi berbagi (sharing economy), dan aspek regeneratif.
Aspek regeneratif terkait pola pikir untuk terus memperbarui kondisi, melampaui bentuk-bentuk baru dan berkembang di tengah kondisi kehidupan yang selalu berubah serta melihat potensi di luar skenario dan berupaya memulihkan dan berinvestasi untuk masa depan yang lebih baik dan berkelanjutan.
"Ekonomi yang circular (sirkular), sharing (berbagi), yang menggunakan teknologi revolusi industri 4.0 serta kita memiliki pola pikir kita untuk terus mempertahankan agar makanan dan aneka kepentingan lain seperti obat, kesehatan dan energi bisa kita penuhi dengan upaya regenerative mindset (pola pikir regeneratif) ini," ujarnya.
Baca juga: Ekonomi sirkular berpotensi tingkatkan PDB 42,2 miliar dolar AS
Baca juga: KLHK: Pemilahan sampah jadi kunci awal ekonomi sirkular
Menurut Arif, Indonesia saat ini berada pada titik kritis di mana mungkin lebih banyak sumber daya dan energi diperlukan untuk menghidupkan kembali ekonomi saat pandemi COVID-19.
Ia mengatakan, agar negara kaya sumber daya seperti Indonesia bisa meningkatkan taraf hidup masyarakat dan pada saat yang sama mengurangi emisi karbon dan limbah, maka diperlukan bukan hanya sekadar pola pikir keberlanjutan, tapi juga pola pikir regeneratif.
"Pola pikir keberlanjutan tentu sangat bagus sekali, sangat tepat dan sangat relevan, namun hari ini kita perlu tambahan agar punya cara pandang baru yang salah satunya dengan menumbuhkan regenerative mindset," ujar Arif.
Dalam pola pikir regeneratif, harus ada upaya-upaya untuk membangun kembali dengan lebih baik yaitu upaya yang bukan hanya mempertahankan keadaan tapi juga harus ada upaya pemulihan, pembaharuan dan regenerasi.
"Dengan kata singkat kita tidak hanya berupaya untuk membiarkan pohon tidak tersentuh tetapi berupaya sungguh-sungguh untuk menanam lebih banyak pohon," tuturnya.
Baca juga: Kajian UI: Pandemi saatnya perkuat desa sebagai kekuatan ekonomi
Baca juga: Mentan: Sektor pertanian tahan pandemi, pertumbuhannya selalu positif
Baca juga: Akademisi: Pertanian jadi penyelamat dalam kondisi pandemi
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021