Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjawab keberatan mantan Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) Richard Joost Lino alias RJ Lino yang meminta hakim menolak surat dakwaan, karena menilai perkaranya masuk ke ranah perdata....menolak seluruh keberatan/eksepsi dari penasihat hukum dan terdakwa Richard Joost Lino alias R.J. Lino
"Pendapat penasihat hukum tersebut telah masuk dalam pokok perkara dimana untuk mengetahui apakah perkara 'a quo' merupakan kasus pidana atau perdata, maka perlu dilakukan pemeriksaan pada pokok perkara dengan menghadirkan alat bukti di persidangan bukan menjadi kewenangan lembaga eksepsi untuk memeriksanya," kata JPU KPK Wawan Yunarwanto, saat membacakan tanggapan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Dalam nota keberatan (eksepsi) RJ Lino yang dibacakan pada 16 Agustus 2021, RJ Lino dan penasihat hukumnya menyebut proses pengadaan 3 Unit QCC Twin Lift PT Pelindo II merupakan masalah yang tunduk dalam lingkup perkara perdata.
"Bahwa terkait dengan masalah 'release and discharge', sebagaimana disampaikan oleh penasihat hukum dan terdakwa sendiri dalam materi eksepsinya, menurut penuntut umum pemberian 'release and discharge' kepada Direksi, tidak serta-merta menghapuskan tindakan pidana yang dilakukan oleh terdakwa," ungkap jaksa.
Alasannya, karena "release and discharge" hanyalah mekanisme korporasi dimana tidak dilakukan pemeriksaan secara substantif kepada satu masalah tertentu, akan tetapi hanya penilaian secara global atas kinerja dari direksi dari suatu perusahaan.
Jaksa KPK pun meminta agar hakim menolak keberatan penasihat hukum RJ Lino.
"Kami Penuntut Umum KPK dalam perkara ini demi menegakkan hukum dan keadilan serta memperhatikan aspirasi masyarakat yang berkembang berdasar kepatutan dengan ini memohon kepada majelis hakim untuk menolak seluruh keberatan/eksepsi dari penasihat hukum dan terdakwa Richard Joost Lino alias R.J. Lino," ungkap jaksa Wawan.
Selanjutnya, hakim dimohon untuk menyatakan surat dakwaan RJ Lino adalah sah dan memenuhi syarat serta untuk melanjutkan persidangan dengan memeriksa dan mengadili R.J. Lino.
Dalam dakwaan disebutkan PT Pelindo II telah melakukan pembayaran ke HDHM China sebagai perusahaan pengadaan 3 QCC sebesar 1.142.842,61 dolar AS, padahal biaya pemeliharaan 3 QCC hanya sebesar 939.107,08 dolar AS sebagaimana pembayaran pihak HDHM kepada PT JPP selaku subkontraktor pekerjaan pemeliharaan "twin lift" QCC.
Akibat perbuatan RJ Lino, mengakibatkan tidak diperolehnya produk "twin lift" QCC dengan harga wajar yaitu sebesar 13.579.088,71 yang berasal dari nilai harga pokok produksi sebesar 10.000.262,85 dolar AS; margin keuntungan wajar sebesar 2.553.418,86 dolar AS; biaya lain-lain sebesar 1.025.407 dolar AS, dan menyebabkan terjadinya kemahalan harga sebesar 1.974.911,29 dolar AS
Atas perbuatannya, RJ Lino dikenakan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Baca juga: RJ Lino minta perkaranya masuk ke ranah perdata
Baca juga: RJ Lino didakwa rugikan negara 1,99 juta dolar AS
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021