"Pada tahun 2020 Komnas Perempuan menerima pengaduan langsung lebih dari 2.300 kasus kekerasan atau naik 68 persen dibandingkan tahun 2019 yakni 1.419," kata Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani pada diskusi daring dengan tema menguatkan arah kebijakan dan strategi penghapusan kekerasan terhadap perempuan 2022 yang dipantau di Jakarta, Selasa.
Jika melihat data lima tahun terakhir, rata-rata pengaduan juga naik cukup signifikan yakni sekitar 14 persen. Lebih mengejutkan, di periode semester pertama 2021 angka pelaporan langsung ke Komnas Perempuan melampaui pengaduan di 2020 yakni 2.500 kasus.
Dari aduan yang masuk pada 2020, Komnas Perempuan mencatat terdapat kenaikan 18 persen kekerasan seksual dan hampir tiga kali lipat kekerasan siber berbasis gender terhadap perempuan.
Sementara kasus kekerasan dalam rumah tangga masih menjadi pengaduan mayoritas yang masuk ke Komnas Perempuan. Selain itu, lembaga tersebut juga menemukan kekerasan pada perempuan dalam konteks pembangunan, tata kelola sumber daya alam hingga kriminalisasi perempuan pembela HAM.
Baca juga: RUU Perlindungan PRT didesak segera disahkan setelah 17 tahun mandek
Baca juga: Komnas Perempuan: KUHP belum lindungi wanita korban kekerasan seksual
Secara umum, situasi pandemi COVID-19 turut serta membawa dampak peningkatan beban kerja bagi kaum perempuan. Meningkatnya ketegangan dalam keluarga terutama kehilangan pekerjaan imbas pandemi, menjadi salah satu indikator pengaduan di masa pandemi.
Kendati demikian, meningkatnya jumlah laporan ke Komnas Perempuan juga menandakan keberanian korban untuk melaporkan kasus yang dialaminya.
"Termasuk kepercayaan korban pada penyikapan yang dapat ia peroleh dari negara maupun masyarakat," ujarnya.
Sayangnya, kapasitas penyikapan tersebut masih terbatas ditambah lagi situasi pandemi semakin memperburuk kondisi yang ada.
Sebagai contoh, di tingkat daerah Komnas Perempuan baru saja melakukan kajian terhadap 414 kebijakan daerah untuk penanganan terpadu bagi perempuan korban kekerasan.
Hasilnya, kurang dari tujuh persen yang memastikan visum gratis, kurang dari 30 persen yang memiliki pemastian rumah aman serta layanan pemulihan, dan hanya 10 persen yang memiliki kebijakan afirmasi pada kondisi khusus perempuan dengan diskriminasi berlapis.
Baca juga: Pandemi COVID-19 akibatkan kesenjangan sosial perempuan makin nyata
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021