Sampai sekarang sudah ada sekitar 430 kasus yang dipailitkan atau di-PKPU-kan di pengadilan Jakarta, Surabaya, dan lainnya
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan terdapat peningkatan jumlah kasus pengajuan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan Kepailitan, menjadi 430 kasus.
“Sampai sekarang sudah ada sekitar 430 kasus yang dipailitkan atau di-PKPU-kan di pengadilan Jakarta, Surabaya, dan lainnya,” kata Menko Airlangga Hartarto dalam Rakernas Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) secara daring di Jakarta, Selasa.
Pemerintah memandang terdapat moral hazard dalam pengajuan PKPU dan kepailitan tersebut karena persyaratannya yang mudah.
Aturan pengajuan PKPU, kata Menko Airlangga, merupakan produk hasil krisis moneter tahun 1998. Saat itu aturan dibuat untuk mempermudah pelaku usaha keluar dari dampak krisis sehingga sempat terjadi terjadi pengajuan kepailitan secara massal.
“Ini menjadi bagian dari EoDB (Ease of Doing Business atau kemudahan berusaha), bahwa mekanisme exit-nya dipermudah,” kata Menko Airlangga.
Baca juga: BPKN: Perlu aturan jelas antara kepailitan dan perlindungan konsumen
Saat ini pemerintah sedang mengkaji moratorium atau penundaan pembayaran utang berdasarkan undang-undang untuk perusahaan-perusahaan yang terdampak pandemi COVID-19 agar tidak sampai mengajukan pailit. Hal ini agar pengajuan PKPU dan pailit tidak sampai dimanfaatkan oleh oknum-oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
“Sekarang pemerintah sedang mengkaji terkait hal tersebut karena ini bukan hanya dimanfaatkan debitur tapi beberapa kreditur menggunakan ini sebagai bagian dari corporate action mereka,” ucap Menko Airlangga.
Dalam kesempatan yang sama Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani meminta pemerintah melakukan moratorium dan memperpanjang aturan restrukturisasi kredit usaha sampai 2025.
Ia khawatir dengan peningkatan pengajuan PKPU dan kepailitan, banyak pihak yang akan memanfaatkan celah Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU.
“Kami mohon bisa dilakukan moratorium dan sejalan dengan permintaan kami ke OJK (Otoritas Jasa Keuangan) tadi restrukturisasi kredit bisa diperpanjang sampai 2025. Jadi tekanan kepada pelaku usaha lebih longgar,” ucap Hariyadi.
Baca juga: Praktisi: revisi UU Kepailitan harus segera masuk Prolegnas
Pewarta: Sanya Dinda Susanti
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2021