"Sampai saat ini kita melihat banyak hal yang perlu diperbaiki dari sisi praktisi di lapangan dan dari sisi tataran aturan yakni undang-undangnya," kata Jimmy Simanjuntak di Jakarta, Kamis.
Baca juga: DPR : UU kepailitan tidak menggugurkan semua sita
Dari sisi aturan, menurut dia, Undang-undang Kepailitan dan PKPU sudah digunakan sejak 15 tahun silam, belum direvisi dalam waktu yang cukup lama. Sedangkan model perekonomian terus berkembang dengan pesat, begitu juga dengan profesi kurator.
Kemudian, merujuk laporan Doing Business, indikator penanganan kepailitan (Resolving Insolvency), menunjukkan Indonesia mengalami penurunan indeks, pada 2017 berada di peringkat 76 dunia atau turun dua poin dari peringkat 74 pada tahun sebelumnya.
"Indeks tersebut juga yang menjadi pertanyaan, apakah Undang-undang Kepailitan masih relevan untuk dipakai tanpa revisi. Kalau saya pribadi ini harus segera direvisi," kata dia.
Baca juga: UU Kepailitan Tidak Memperhatikan Nasib Buruh
Untuk mendorong undang-undang tersebut segera direvisi dan masuk Prolegnas, Jimmy bersama rekannya Dedy Kurnia menginisiasi seminar internasional di Jakarta bertajuk "Perlukah revisi Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang". Kegiatan ini diikuti oleh 150 pakar hukum serta kurator Indonesia dan sejumlah negara tetangga di antaranya Singapura, Malaysia, dan Australia.
"Dari seminar ini kita bisa hasilkan masukan-masukan yang diharapkan mampu mendorong rencana revisi ini berjalan lebih cepat lagi," kata dia.
Undang-undang Kepailitan awalnya dibuat karena menanggapi krisis moneter yang terjadi di Indonesia yang telah memberikan dampak tidak menguntungkan terhadap perekonomian nasional, akibatnya menimbulkan kesulitan besar terhadap dunia usaha ketika ingin menyelesaikan utang piutang dan meneruskan bisnisnya.
Ditambah lagi dengan makin pesatnya perkembangan perekonomian dan perdagangan, tentunya semakin banyak permasalahan utang piutang yang timbul di
masyarakat. Undang-undang Kepailitan PKPU menjadi salah satu sarana hukum untuk menyelesaikannya.
Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2019