"Kalau memang pembelajaran tatap muka digelar, pilihan terbaiknya sistem hybrid learning sebagai jalan tengah," kata dia di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Rabu.
Dijelaskan Prof Sur, sapaan akrab Ahmad Suriansyah, metode pembelajaran campuran merupakan gabungan antara pembelajaran tatap muka dengan pembelajaran dalam jaringan.
Selain pembelajaran dengan sistem daring yang dikombinasikan pertemuan tatap muka untuk beberapa jam, menurut dia, hybrid learning juga diartikan semua peserta didik dapat mengikuti proses belajar mengajar di saat bersamaan, namun di lokasi terpisah, sebagian di ruang kelas sisanya di rumah masing-masing.
Baca juga: Separuh anak di Asia Pasifik belajar online lewat ponsel
Baca juga: BAKTI upayakan pemerataan akses belajar daring
"Metode ini tentunya memerlukan pembiayaan untuk mendukung sarana prasarana yang harus disiapkan sekolah. Yang pasti, semangatnya mematuhi protokol kesehatan yaitu membatasi jumlah siswa di ruang kelas dengan durasi tidak terlalu lama," jelas Direktur Pascasarjana ULM itu.
Prof Sur menyatakan pembelajaran campuran sifatnya sementara sembari menunggu pembentukan kekebalan komunal pada diri guru dan peserta didik yaitu melalui program vaksinasi yang kini dilaksanakan pemerintah.
Menurut dia, fluktuasi kasus COVID-19 tidak bisa diprediksi pada satu daerah dan lainnya. Sehingga sistem pertahanan imunitas tubuh warga sekolah harus benar-benar diperkuat.
Dia juga meminta daerah yang menerapkan pembelajaran tatap muka dapat mengidentifikasi tingkat keterpaparan COVID-19, sehingga ada pola pembelajaran yang berbeda antara satu daerah dan lainnya.
Sejak pandemi melanda dunia dan terdeteksi di Indonesia Maret 2020, praktis sekolah ditutup dan diganti pembelajaran daring.
Pro dan kontra pun menyeruak menyikapi sistem pembelajaran jarak jauh ini. Namun, mayoritas kalangan siswa dan orang tua mengeluhkannya dan lebih memilih belajar tatap muka di sekolah meski hal itu tak bisa dilakukan dengan pertimbangan faktor kesehatan.
Prof Sur mengakui dari hasil survei yang dia lakukan terhadap sejumlah orang tua sebagian besar mengaku stres karena tidak memiliki kemampuan mengajar dan mendidik anak.
Kemudian kedua, terjadinya hubungan tidak harmonis akibat pola pembelajaran dari orangtua yang salah sehingga berpengaruh pada psikologis anak. Alhasil, terjadilah kerenggangan hubungan hingga memicu kekerasan dalam rumah tangga.
Ketiga, anak terbiasa tugas hingga ujian dikerjakan orangtua ataupun orang lain yang bisa sehingga tidak terjadi pembelajaran mandiri sebagaimana dikonsepsikan dalam pembelajaran daring.
"Hal ini apabila diteruskan akan terjadi learning loss atau kehilangan kesempatan belajar dan hilangnya roh pembelajaran," katanya.
Padahal pembelajaran hakikatnya pembentukan sikap, pengetahuan dan keterampilan. Jika ketiga hal itu tak terjadi secara sempurna, maka bisa saja kognitif anak bagus tetapi sikap dan ketrampilannya rendah.
"Kita khawatir terjadi generasi hilang. Bangsa kehilangan generasi yang harusnya cerdas, namun akibat sistem pembelajaran salah lantaran tidak adanya interaksi langsung guru dan peserta didik sebagai suatu proses pendidikan menyebabkan kemunduran pembangunan sumber daya manusia," kata Profesor Bidang Manajemen Pendidikan lulusan Universiti Utara Malaysia itu.*
Baca juga: KPAI: Pastikan vaksinasi guru dan pekerja, sebelum sekolah dibuka
Baca juga: Persiapan belajar tatap muka, Ponpes Darunnajah mulai datangkan santri
Pewarta: Firman
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021