bidan ini memainkan peran yang sangat penting
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengungkapkan terdapat tiga provinsi yang memiliki angka prevalensi terkait anak lahir kerdil (stunting) kategori tinggi di Indonesia.
"Berdasarkan tingkat prevalensi stunting pada tahun 2019, Rizal menyebutkan ketiga provinsi dengan prevalensi tinggi adalah Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, dan Nusa Tenggara Barat," kata Deputi Bidang Pelatihan Penelitian dan Pengembangan Nasional BKKBN Muhammad Rizal Martua Damanik dalam acara virtual “Ambassador Talks with the Embassy of the Kingdom of the Netherlands” yang terpantau dari Jakarta, Kamis.
Ia menjelaskan, studi lanjutan menemukan bahwa di beberapa lokasi, angka stunting pada anak mencapai 42 persen.
Dari 34 provinsi yang ada di Indonesia, dia menjelaskan hanya empat provinsi yang berada di level prevalensi menengah yakni Bali, Kepulauan Riau, Bangka Belitung dan DKI Jakarta.
Ia mengatakan, beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko stunting pada anak antara lain ibu hamil yang memiliki anemia, kasus bayi lahir prematur, perkawinan anak dan jarak kelahiran.
“Kita dapat melihat bahwa semua faktor yang meningkatkan stunting masih tinggi yakni bayi lahir prematur dengan 675 kasus dan jarak kelahiran kurang dari 24 bulan dengan 663 kasus,” katanya.
Baca juga: BKKBN: Kolaborasi kunci tangani gizi buruk hingga stunting
Baca juga: Menkes: Permasalahan gizi balita di Indonesia masih cukup tinggi
Pada acara itu, Duta Besar Belanda untuk Republik Indonesia Lambert Grijns mengatakan ibu muda menjadi salah satu aspek yang sangat penting untuk diperhatikan dalam mencegah terjadinya stunting.
“Jadi di Indonesia mungkin ada tantangan banyak ibu yang usianya terlalu muda, dikatakan kalau usia ibu di bawah 18 tahun atau di bawah 20 tahun, bahkan secara fisik ibu belum terlalu siap,” kata Lambert.
Selain memberikan asupan gizi yang baik, Lambert menjelaskan para ibu yang memiliki usia muda perlu diberikan akses untuk mendapatkan informasi positif seputar kesehatan dan kegiatan seksual.
“Akses kepada informasi, terutama mengenai keluarga berencana. Saya kira ini sangat penting karena pengetahuan yang diperlukan. Pengetahuan mengenai apa yang paling penting terkait dengan kehamilan,” ucap dia.
Lambert menjelaskan, pemberian akses terhadap informasi sangat diperlukan karena banyak anak usia 15 sampai 25 tahun di Indonesia belum mengetahui kehamilan dapat terjadi atau mengetahui permasalahan hubungan seksual.
Ia mengatakan, pengetahuan seorang ibu dapat mempengaruhi sistem kesehatan seputar kehamilan, hubungan seksual dan program keluarga berencana sehingga ia menyarankan agar pemerintah mulai memberikan informasi dari skala yang paling rendah, yakni melalui bidan.
“Saya juga tahu bahwa bidan sangat penting peranannya. Indonesia memiliki sistem yang sangat baik yaitu Puskesmas. Ini satu sistem yang sangat baik di skala kecil dan para bidan ini memainkan peran yang sangat penting di seluruh sistem kesehatan,” katanya.
Baca juga: BKKBN: Posyandu punya fungsi strategis turunkan angka stunting
Baca juga: Pemerintah harap penurunan prevalensi "stunting" jadi harapan besar
Baca juga: BKKBN sebut percepatan penurunan stunting pegang teguh lima pilar
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021