Kami tidak bisa menafikan memang ada skema-skema penghindaran pajak yang digunakan WP Badan, yang kemudian membuat mereka mengatakan mereka rugi dan tidak perlu bayar PPh Badan
Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Hestu Yoga mengatakan bahwa pemerintah masih menghadapi tantangan dalam menarik Pajak Penghasilan (PPh) Badan dan Orang Pribadi (OP).
“Kami tidak bisa menafikan memang ada skema-skema penghindaran pajak yang digunakan WP Badan, yang kemudian membuat mereka mengatakan mereka rugi dan tidak perlu bayar PPh Badan,” kata Hestu dalam diskusi daring diselenggarakan oleh Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) di Jakarta, Jumat.
Hestu mengungkapkan Wajib Pajak (WP) Badan yang melaporkan kerugian meningkat dari 8 persen pada 2012 menjadi 11 persen pada 2019.
Terdapat indikasi bahwa perusahaan melapor rugi agar terhindari dari kewajiban membayar PPh Badan.
Selain itu, jumlah WP Badan yang melaporkan kerugian selama lima tahun berturut-turut meningkat. Berdasarkan data DJP, sebanyak 5.199 WP Badan melaporkan kerugian pada 2012-2016 dan meningkat menjadi 9.496 pada 2015-2019.
“Walaupun rugi terus, kita melihat mereka berkembang dan berekspansi,” ucap Hestu.
Pada saat WP Badan diduga menggunakan skema penghindaran pajak, pemerintah Indonesia belum memiliki instrumen penghindaran pajak (GAAR) yang komprehensif.
Sementara itu, kata Hestu, terkait PPh Orang Pribadi, baru 1,42 persen dari WP Orang Pribadi yang membayar PPh dengan tarif tertinggi atau 30 persen dari penghasilan.
Menurut Hestu, pemajakan atas penghasilan orang kaya belum optimal karena perusahaan tidak memasukkan sebagian penghasilan orang kaya ke dalam gaji, melainkan menjadikannya kompensasi yang tidak bisa dipajakkan.
Karena itu, lebih dari 50 persen tax expenditure PPh Orang Pribadi dimanfaatkan oleh WP Orang Pribadi berpenghasilan tinggi.
Di samping itu, tax bracket atau lapisan tarif PPh Orang Pribadi Indonesia baru berjumlah empat atau lebih rendah dibandingkan negara-negara lain.
“Sementara di negara lain seperti Malaysia itu ada sebelas lapis, Vietnam tujuh, dan Thailand delapan. Karena itu PPh di Indonesia kurang progresif dan cenderung tidak adil,” kata Hestu.
Baca juga: Pengusaha ritel minta pemerintah tinjau ulang usulan kenaikan pajak
Baca juga: Menkeu: Penerimaan pajak turun karena ekonomi kontraksi dan insentif
Baca juga: Ditjen Pajak jelaskan syarat sumbangan hingga hibah tak kena PPh
Pewarta: Sanya Dinda Susanti
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2021