KJRI Jeddah amankan upah PMI yang belum dibayar

30 Agustus 2021 13:21 WIB
KJRI Jeddah amankan upah PMI yang belum dibayar
KJRI Jeddah melaksanaan kegiatan Pelayanan Terpadu pada 27-28 Agustus 2021 di Khamis Musheit, Arab Saudi. ANTARA/HO-KJRI Jeddah/am.
Konsulat Jenderal RI (KJRI) di Jeddah berhasil mengamankan upah seorang pekerja migran Indonesia (PMI) yang belum dibayar pengguna jasa senilai sekitar Rp670 juta.

Kasus gaji pekerja migran yang belum terbayar itu terungkap di sela pelaksanaan Pelayanan Terpadu yang dilakukan pada 27-28 Agustus 2021 di Khamis Musheit, menurut keterangan KJRI Jeddah yang diterima di Jakarta, Senin.

Pekerja perempuan berinisial AIO mengaku kepada petugas KJRI Jeddah telah bekerja selama 14 tahun di Kota Abha, namun dia baru menerima 9.600 riyal (sekitar Rp36,76 juta) selama bekerja.

Saat mengajukan penggantian paspor, petugas mendapati kejanggalan karena perempuan asal Bekasi itu telah membubuhkan tanda tangan dan sidik jari sebagai bukti gaji telah dibayar lunas.

Karena merasa curiga, petugas akhirnya menanyakan kapan lembar pembayaran itu ditandatangani. Perempuan yang bekerja sebagai asisten rumah tangga (ART) itu mengaku melakukannya beberapa saat sebelum mendatangi lokasi Pelayanan Terpadu.

Baca juga: Aktivis migran sebut pandemi berikan dampak kepada PMI yang kembali

Akhirnya, sang majikan dipanggil untuk menjelaskan fakta yang sebenarnya dan menyelesaikan kewajibannya secara kekeluargaan untuk membayar sisa gaji pekerja migran tersebut.

Akhirnya majikan AIO melunak dan mengakui kesalahannya. Pria yang disebut-sebut berprofesi sebagai tentara itu pun bersedia membuat surat pernyataan akan segera melunasi sisa gaji ART-nya.

Tim petugas KJRI Jeddah segera menghubungi perwakilan BNI di Arab Saudi agar segera menerbitkan rekening pribadi atas nama AIO.

Konsul Jenderal (Konjen) RI Jeddah Eko Hartono menyampaikan bahwa tingkat pendidikan dan keluguan pekerja migran Indonesia, khususnya yang bekerja di sektor domestik, kerap dimanfaatkan oleh pengguna jasa yang tidak bertanggung jawab.

"Dalam menangani perkara sengketa gaji, posisi KJRI Jeddah jadi lemah kalau pekerja migran telah menandatangani atau membubuhkan sidik jari pada lembar pembayaran," ujar Konjen Eko Hartono yang memimpin langsung pelaksanaan Pelayanan Terpadu di kota yang berjarak sekitar 700 kilometer dari Jeddah tersebut.

Baca juga: Pekerja migran Indonesia sudah boleh masuk Hong Kong

"Syukur kalau majikan jujur dan mau mengakui. Jika tidak, kan PMI jadi kehilangan haknya. Bicara hukum, bicara bukti," lanjutnya.

Dalam kesempatan tersebut, Tim Pelayanan Terpadu KJRI Jeddah juga berhasil mengupayakan kenaikan upah bagi 13 PMI yang telah bekerja bertahun-tahun sebagai ART dan masih digaji di bawah standar.

Kenaikan nilai upah tersebut berhasil diperjuangkan setelah negosiasi alot dengan para majikan.

Kesepakatan tersebut kemudian dikuatkan dalam perjanjian kerja dalam dua bahasa -- Indonesia dan Arab -- yang ditandatangani oleh majikan dan para PMI. Gaji standar untuk ART di Arab Saudi sekitar Rp5,7 juta per bulan.

Di sela kegiatan pelayanan terpadu tersebut, tim KJRI Jeddah juga menyalurkan bantuan COVID-19 berupa 15 paket sembako kepada PMI yang kehilangan pekerjaan, tidak digaji atau mengalami pengurangan gaji karena dirumahkan setelah dinyatakan positif terinfeksi COVID-19.

Baca juga: Menaker ingatkan PMI selektif pilih pekerjaan di luar negeri
Baca juga: KJRI Kuching bantu pemulangan PMI kondisi khusus

 

Pewarta: Yuni Arisandy Sinaga
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2021