Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menargetkan jumlah penduduk dapat tumbuh seimbang melalui revitalisasi pelayanan program Keluarga Berencana (KB) dengan menggunakan alat kontrasepsi.
“Dengan indikator Total Fertility Rate (TFR) mencapai 2,1 di tahun 2024, tentu kita perlu meningkatkan capaian jumlah prevalensi kontrasepsi modern dan harus bisa memberikan pelayanan yang baik pada pasangan usia subur atau suami istri yang sudah tidak ingin hamil,” kata Hasto dalam webinar “Pertemuan Advokasi Revitalisasi Pelayanan KB di Rumah Sakit” secara daring yang dipantau di Jakarta, Rabu.
Ia menjelaskan untuk mencapai penduduk tumbuh seimbang, pihaknya telah memberikan alat kontrasepsi gratis bagi masyarakat yang memerlukannya. Tahun ini, pihaknya juga mengalokasikan anggaran kepada daerah sebesar Rp400 miliar untuk menggerakkan pelayanan KB.
Baca juga: BKKBN jalankan strategi revitalisasi pelayanan KB di rumah sakit
Dana itu untuk menjalankan kegiatan yang berhubungan dengan program KB, seperti penyediaan barang habis pakai atau untuk biaya jasa provider medis, seperti dokter dan bidan di fasilitas kesehatan milik negeri dan swasta.
“Sepanjang ada MoU di kabupaten/kota setempat dan penyaluran angka kontrasepsi, penyaluran anggaran diberikan dari dinas KB kepada fasilitas kesehatan yang ada sesuai dengan ketentuan yang ada,” ujar dia.
Hasto mengungkapkan pihaknya juga telah menyediakan pil progestin yang aman untuk ibu menyusui. Pil itu dapat diperoleh secara gratis melalui fasilitas-fasilitas kesehatan yang telah terdaftar di BKKBN.
“Bisa diberikan seandainya mereka belum berkenan untuk pasang susuk, pasang IUD ataupun cara kontrasepsi yang lain. Pil ini tidak mempengaruhi air susu dan ini kita berikan secara gratis,” kata dia.
Direktur Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Erna Mulati mengatakan pelayanan kontrasepsi dapat berupa pemberian kondom, pil, suntik, pemasangan atau pencabutan implan (susuk), pemasangan dan pencabutan AKDR, pelayanan tubektomi dan pelayanan vasektomi.
Ia menjelaskan langkah-langkah pada pelayanan kontrasepsi dibagi menjadi tiga tahap, yakni saat prapelayanan, saat pelayanan kontrasepsi dan pascapelayanan. Namun, dia menyarankan tindakan pemberian pelayanan kontrasepsi lebih baik diberikan saat masa interval pada pascapersalinan.
Erni menjelaskan dalam pra-pelayanan akan diadakan sejumlah persyaratan yang berhubungan dengan administrasi medis, seperti pelayanan konseling, penapisan kelayakan medis serta permintaan persetujuan tindakan kesehatan kepada pasien.
“Yang terpenting memberikan komunikasi informasi dan edukasi. Ini menjadi sangat penting, perlu pemahaman yang betul-betul dari pemberi pelayanan kesehatan, sehingga mereka bisa melakukan komunikasi dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh pasien,” katanya.
Baca juga: KHKRI: Program KB efektif tekan kasus stunting
Baca juga: Kepala BKKBN luncurkan alat kontrasepsi implan di Gorontalo
Pada saat melakukan pelayanan kontrasepsi, katanya, pasien dapat menentukan waktu pemakaian, antara lain saat masa interval, pasca-persalinan, pasca-keguguran atau pelayanan kontrasepsi darurat. Pemilihan waktu bersifat situasional tergantung dari kondisi pasien pada saat itu.
Dia mengatakan bagian paling penting justru terjadi pada pasca-pelayanan kontrasepsi, karena ada pemberian konseling. Sehingga, pasien dan petugas kesehatan harus terus berkomunikasi untuk melakukan konsul seputar kesehatan pasien setelah pemakaian.
“Jika ada efek samping, akan ada pelayanan medis yang diberikan maupun dengan melakukan rujukan. Tahap terakhir sangat penting untuk memantau kondisi kesehatan pasien," katanya.
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021