PT Bank Negara Indonesia (BNI) memperkirakan marjin bunga bersih atau Net Interest Margin (NIM) perseroan pada akhir tahun ini akan mencapai kisaran 4,7 persen hingga 4,9 persen.Ada beberapa pertimbangan yang kami lakukan mempertimbangkan kondisi makro juga, bagaimana kinerja internal, dan tentunya juga kami melakukan pertimbangan terhadap suku bunga kami
"Ada beberapa pertimbangan yang kami lakukan mempertimbangkan kondisi makro juga, bagaimana kinerja internal, dan tentunya juga kami melakukan pertimbangan terhadap suku bunga kami di mana pricing terjadi cukup ketat dari suku bunga pinjaman. Kami proyeksikan bahwa NIM pada akhir tahun ini berada pada 4,7 - 4,9 persen," kata Direktur Keuangan BNI Novita Widya Anggraini saat paparan publik secara daring di Jakarta, Senin.
Per akhir Juni 2021 lalu, realisasi NIM emiten berkode saham BBNI itu tercatat 4,9 persen. Salah satu penunjang pencapaian NIM tersebut adalah perolehan dana murah atau Current Account Saving Account (CASA) yang berada di level 69,6 persen saat ini.
"Ini merupakan realisasi CASA yang tertinggi selama 10 tahun terakhir. Tentunya hal itu bisa mendorong penekanan cost of fund yang kami terus maintain sebagai upaya mengimbangi tertekannya pendapatan bunga yang sepenuhnya belum recovery akibat dari pandemi," ujar Novita.
Sepanjang semester I 2021, BNI mencetak laba bersih Rp5 triliun, tumbuh 12,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp4,45 triliun. Perseroan menghasilkan Pre-Provisioning Operating Profit (PPOP) yang terus tumbuh dalam lima kuartal terakhir, di mana pada semester satu 2021 mencapai puncaknya dengan pertumbuhan 24,4 persen secara year on year atau sebesar Rp16,1 triliun.
PPOP tersebut ditopang oleh kuatnya pertumbuhan pendapatan bunga bersih sebesar 18,2 persen (yoy) atau mencapai Rp19,3 triliun. Hal itu merupakan dampak dari pertumbuhan kredit sebesar 4,5 persen secara tahunan, sehingga total kredit BNI mencapai Rp569,7 triliun pada Juni 2021.
Penyaluran kredit BNI juga didominasi oleh sektor-sektor usaha prospektif dengan risiko rendah, baik pada segmen business banking maupun consumer banking. Kredit pada segmen business banking mencapai Rp475,6 triliun atau tumbuh 3,5 persen (yoy). Pertumbuhan tertinggi di segmen small business sebesar 20,6 persen (yoy) dengan baki debet mencapai Rp 91 triliun, diikuti corporate private sebesar 7,9 persen (yoy) dengan baki debet Rp 179,1 triliun.
Adapun kredit consumer banking tumbuh sebesar 10,4 persen secara tahunan atau mencapai Rp92,8 triliun. Kredit Tanpa Agunan (KTA) yang berbasis payroll tumbuh 19,6 persen (yoy) atau sebesar Rp32,7 triliun dan disusul kredit pemilikan rumah tumbuh 6,3 persen (yoy) atau Rp47,6 triliun.
Pendapatan jasa yang bersumber dari surat berharga juga tumbuh 115,4 persen (yoy) mencapai Rp1 triliun dan pendapatan jasa yang bersumber dari layanan trade finance tumbuh 20,4 persen (yoy), mencapai Rp 732 miliar.
Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 4,5 persen (yoy) atau sebesar Rp646,6 triliun. Rasio CASA pada Juni 2021 mencapai 69,6 persen atau tertinggi dalam 10 tahun terakhir ini, yaitu sebesar Rp450,1 triliun atau tumbuh 11,5 persen (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan DPK tersebut menjadi penyangga pertumbuhan aset sebesar 5 persen (yoy) atau mencapai Rp875,1 triliun.
Pertumbuhan aset yang didominasi oleh dana murah itu merupakan salah satu pencapaian transformasi digital yang gencar dilakukan perseroan dan telah mulai menunjukkan hasil di mana 70 persen dari CASA yang dihimpun merupakan kontribusi dari kinerja BNI Direct dan BNI Mobile Banking, dua dari tiga produk champion BNI dalam digitalisasi layanan perbankan.
Baca juga: Mengembangkan destinasi wisata lewat pembiayaan digital
Baca juga: Royke Tumilaar: BNI konsisten dorong peningkatan kredit
Baca juga: Bank Himbara akan terus optimalkan percepatan penyaluran bansos
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021