"Jika di rata-rata angka kelebihan kapasitas di jajaran pemasyarakatan di Jatim mencapai 110 persen," katanya dalam keterangan tertulis, di Surabaya, Rabu.
Ia mengatakan saat ini ada beberapa lapas atau rutan yang angkanya sudah mengkhawatirkan seperti di Lapas Jombang, Lapas Mojokerto, Rutan Gresik, Rutan Surabaya (Medaeng) dan Lapas Banyuwangi dengan angka kelebihan kapasitas di atas 200 persen
Menurut Krismono, pihaknya tidak bisa melakukan apa-apa untuk mengurangi tingkat kelebihan kapasitas karena lapas atau rutan selama ini dalam sistem peradilan pidana menjadi lembaga yang pasif dan diharuskan menerima tahanan negara yang dihasilkan oleh penegakan hukum yang dilakukan aparat penegak hukum.
"Yang kami lakukan hanya mengurangi dampak dari kelebihan kapasitas yang ada," katanya.
Baca juga: Lapas bukan "tempat pembuangan akhir"
Menurutnya, langkah-langkah yang diambil adalah dengan mengembalikan fungsi rutan sebagai tempat penahanan sementara. Terpidana yang sudah mendapatkan putusan pengadilan di tingkat pertama harus segera dipindah ke lapas.
"Dengan begitu, beban rutan bisa dibagi ke lapas dan angka kelebihan kapasitas di setiap lapas atau rutan bisa merata. Selain itu, kami juga melakukan pemindahan warga binaan kategori high risk ke Nusa Kambangan," katanya.
Untuk mengurai benang kusut di beberapa rutan, pihaknya telah mengajukan usulan kepada Ditjenpas terkait perluasan bangunan rutan seperti Rutan Surabaya yang memang sudah sangat kronis.
Ia mengatakan, bangunan rutan yang terletak di Desa Medaeng Sidoarjo itu diusulkan diperluas dari semula 1,5 hektare menjadi 2,2 hektare.
"Ini karena tingkat overkapasitas Rutan Medaeng yang selalu di atas 200 persen selama lima tahun terakhir," katanya.
Baca juga: Tiga RUU mendesak disahkan atasi over kapasitas Lapas
Ia mengatakan, banyaknya penghuni dan sempitnya bangunan ini membuat pembinaan dan pelayanan menjadi kurang optimal. Untuk itu, Krismono selalu menekankan bahwa petugas lapas harus menggunakan pendekatan yang humanis dalam menjaga keamanan dan ketertiban di lapas atau rutan.
Selain itu, kata Krismono, pihaknya selama ini menggencarkan deteksi dini dan koordinasi dan komunikasi dengan pemangku kepentingan terkait untuk memastikan keamanan dan ketertiban di lapas atau rutan. Para pemangku kepentingan itu juga melakukan sambang lapas atau rutan secara rutin.
Namun, Krismono menegaskan bahwa perluasan bangunan lapas atau rutan bukanlah solusi jangka panjang.
Menurutnya, dibutuhkan kebijakan yang lebih besar dari sisi sistem hukum pidana yaitu dengan menerapkan pidana alternatif bagi pelaku tindak pidana.
"Jangan semuanya berakhir pidana, perlu dikuatkan pidana alternatif yang sebenarnya sudah dituangkan dalam RUU KUHP dan RUU Pemasyarakatan," katanya.
Baca juga: Eddy Hiariej: Keliru salahkan Kemenkumham terkait over kapasitas Lapas
Pewarta: Indra Setiawan
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021