Daftar kabinet yang diumumkan pada Selasa seluruhnya diduduki para pemimpin gerakan militan dan veteran perang gerilya yang berakhir dengan kemenangan Taliban pada Agustus lalu dan mengakhiri peperangan dua dekade di negara itu.
Negara-negara besar memberitahu Taliban bahwa mereka perlu memiliki pemerintahan inklusif yang mendukung janji-janji mereka untuk melakukan pendekatan yang lebih humanis dan menjunjung tinggi hak asasi manusia jika mereka menginginkan perdamaian dan pembangunan.
"Pengumuman pemerintah transisi tanpa keterlibatan kelompok lain dan kekerasan kemarin terhadap pengunjuk rasa dan wartawan di Kabul bukanlah sinyal yang memberikan kami alasan untuk optimistis," kata Maas sebelum bertemu dengan mitranya dari AS.
Baca juga: Taliban umumkan pemerintah baru Afghanistan
Namun, Maas mengatakan bahwa mereka bersedia melanjutkan pembicaraan dengan Taliban dalam upaya untuk memastikan lebih banyak orang dapat meninggalkan negara tersebut.
Afghanistan menghadapi tiga krisis secara bersamaan, lanjut Maas.
Selagi krisis pangan melanda banyak wilayah di Afghanistan akibat kekeringan, pengiriman dana bantuan internasional dibekukan.
"Dan jika pemerintahan yang baru tidak mampu menjalankan urusan negara, muncul ancaman kehancuran ekonomi setelah kehancuran politik - dengan konsekuensi (krisis) kemanusiaan yang lebih drastis," kata Maas memperingatkan.
Sebelum bertemu dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken di pangkalan militer AS di Ramstein, Maas menekankan perlunya koordinasi yang erat.
Dia mengatakan mereka akan membahas bagaimana berurusan dengan Taliban dan bagaimana mengevakuasi lebih banyak orang dari negara tersebut.
Sumber: Reuters
Baca juga: Siapa saja tokoh kunci Taliban di pemerintah baru Afghanistan?
Baca juga: China siap lanjutkan komunikasi dengan pemerintahan baru Afghanistan
Pewarta: Asri Mayang Sari
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2021